Friday, July 17, 2009

Field Lab: Demam Berdarah Dengue

Pengendalian Penyakit Menular: Demam Berdarah Dengue

di Puskesmas Masaran II Kabupaten Sragen



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%).

Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et.al, 2004).

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sangat penting untuk ditangani, mengingat mudahnya proses transmisi pada negara-negara tropis seperti Indonesia. Ditunjang oleh kondisi cuaca pada musim pancaroba, hal ini sangat mendukung perkembangbiakan serta transmisi penyakit ini. Kemudian, hal yang tidak kalah penting adalah total kasus meninggal (Case Fatality Rate) dari DBD yang cukup tinggi, sekitar 1%.

Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit endemik di daerah tropis, terutama Indonesia. Sebagai dokter, nantinya yang bertugas di Indonesia, mahasiswa harus memiliki kompetensi yang cukup tinggi apabila nantinya menemukan dan menghadapi sendiri kasus Demam Berdarah Dengue.

Pembelajaran Field Lab merupakan salah satu cara membekali mahasiswa agar siap berorientasi penuh pada masyarakat. Mahasiswa memperoleh berbagai tambahan ilmu dan pengalaman yang berharga dengan observasi langsung di lapangan, yang selanjutnya dapat diterapkan setelah lulus nanti.

B. Tujuan Pembelajaran

Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan,diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan berbagai cara penanggulangan DBD di Indonesia.

2. Menentukan penyelidikan epidemiologi

3. Menentukan tindakan penanggulangan yang harus diambil dari hasil penyelidikan epidemiologi.

4. Menentukan adanya kejadian KLB DBD.

5. Menjelaskan cara penanggulangan KLB DBD.

6. Menjelaskan cara evaluasi penanggulangan KLB-DBD.

BAB II

KEGIATAN YANG DILAKUKAN

A. Kegiatan Pra-Lapangan

Sebelum melaksanakan kegiatan di lapangan, terlebih dahulu mahasiswa mengikuti kuliah pengantar kegiatan Field Lab. Kuliah pengantar ini sedikit memberikan gambaran tentang dasar teori tentang DBD dan vektor serta proses transmisinya. Selain itu dari kuliah pengantar mahasiswa juga mengetahui garis besar proses pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE), alur, serta tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan hasil PE.

Setelah mengikuti kuliah pengantar, mahasiswa juga mengikuti kegiatan Pre-test tertulis dari bagian Field Lab, yang dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2009 bertempat di FK UNS. Soal pre-test ini berjumlah soal 10 soal yang diambil dari kuliah pengantar serta buku Manual Field Lab. Pre-test ini dilaksanakan untuk menguji seberapa jauh materi yang telah dipahami oleh mahasiswa.

B. Kegiatan Lapangan Hari Pertama (22 Mei 2009)

Pada tanggal 22 Mei 2009 mahasiswa diberikan pembekalan kegiatan Field Lab oleh Instruktur Lapangan dan evaluasi awal tentang hasil pembelajaran dari Buku Rencana Kerja (BRK) yang telah dibuat. Dari kegiatan ini banyak diperoleh tambahan materi selain dari buku manual Field Lab.

Penanggulangan DBD dapat dibagi menjadi 3, yaitu penanggulangan primer, sekunder, dan tersier. Penanggulangan primer diarahkan pada individu, sedangkan penanggulangan sekunder mengarah pada masyarakat (lingkungan, organisasi seperti PKK, RT), serta penanggulangan tersier mengarah kepada stakeholder atau pengambil kebijakan seperti tokoh pemerintahan maupun tokoh agama.

Secara singkat, Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan apabila terjadi satu kasus DBD positif. Selain menghitung House Index, perhitungan lain yang juga dapat digunakan adalah container index. Cara menghitung container index pun sama seperti house index, yaitu:

Dalam pemberantasan vektor, hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan metodenya adalah efektivitas dan efisiensi metode pemberantasan, Paling baik adalah apabila efektivitas dan efisiensinya tinggi, yaitu dengan input yang minimal dapat menghasilkan output, outcome, dan impact yang tinggi pula. Instruktur memberi penjelasan tentang efektivitas dan efisiensi dari masing-masing metode, yaitu fogging atau pengasapan, abatisasi, penyuluhan, PSN atau 3M-Plus, dan Posko DBD.

C. Kegiatan Lapangan Hari Kedua (29 Mei 2009)

Pada tanggal 29 Mei 2009 mahasiswa terlebih dahulu berkumpul di Puskesmas Masaran II untuk menemui instruktur lapangan. Kemudian mahasiswa bersama dengan Ibu Tri sebagai pembimbing menuju Balai Desa Karangmalang. Untuk koordinasi Penyelidikan Epidemiologi dengan Kepala Desa Karangmalang, hal ini sudah dilaksanakan oleh Ibu Tri. Sebelumnya, mahasiswa diberi penjelasan tentang cara mengisi form pemeriksaan jentik. Mahasiswa juga diberi briefing singkat tentang alur Penyelidikan Epidemiologi. Kemudian kelompok penulis yang berjumlah sebelas orang terlebih dahulu dibagi menjadi 2 kelompok besar. Kemudian masing-masing kelompok menuju ke 2 rumah penderita DBD yang berbeda. Penulis sendiri termasuk dalam kelompok yang menuju ke rumah penderita Reza Agus, yang beralamat di Sukowinatan RT 7B Karangmalang, Masaran.

Selanjutnya, setelah tiba di rumah penderita, mahasiswa melakukan pemeriksaan jentik di bak kamar mandi. Di bak kamar mandi tersebut tidak ditemukan jentik nyamuk Aedes sp, namun ditemukan nyamuk dengan badan dan kaki berbelang putih dan hitam, ciri khas dari nyamuk Aedes sp. Selain itu mahasiswa juga melakukan pemeriksaan pada container air yang terletak di luar rumah. Di container tersebut mahasiswa juga tidak menemukan adanya jentik nyamuk. Setelah melakukan pemeriksaan jentik, mahasiswa mencatat identitas penderita tersebut. Mahasiswa tidak melaksanakan anamnesis langsung, karena penderita sudah sembuh dan sudah mulai bersekolah kembali. Kemudian mahasiswa yang berjumlah 6 orang dibagi lagi menjadi 3 kelompok kecil dengan arah pemeriksaan jentik yang berbeda.

Sebelum melakukan pemeriksaan jentik, terlebih dahulu mahasiswa memeperkenalkan diri, meminta izin pada warga dan menjelaskan maksud kegiatan tersebut. Kemudian setelah memeriksa jentik, mahasiswa memberikan evaluasi hasil pemeriksaan jentik tersebut kepada pemilik rumah. Di samping itu, mahasiswa juga menanyakan pada pemilik rumah, adakah tersangka penderita DBD lainnya dengan gejala utama panas atau demam. Dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian mahasiswa mencatat hasil pemeriksaan jentik di formulir JPJ-1.

Setelah memeriksa jentik di rumah penderita, hasil pemeriksaan dari 3 kelompok kecil digabungkan untuk mengetahui house index, serta dari hasil penyelidikan adanya penderita kasus tambahan yang dicurigai DBD untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk menanggulangi masalah DBD.

BAB III

HASIL

Berikut adalah data berdasarkan Penyelidikan Epidemiologi yang dilakukan oleh mahasiswa pada tanggal 29 Mei 2009 di Desa Karangmalang RT 07 RW 03.

I. Indeks Kasus

1) Nama : Reza Agus

2) Usia : 11 tahun

3) Jenis Kelamin : Laki-laki

4) Orang Tua : Sumardi

5) Alamat : Sukowinatan RT 7B Karangmalang, Masaran.

6) Dirawat di : RS dr. Oen, mulai sakit tanggal 27-28 Maret 2009, xxxxxxxxxxxxxsembuh tanggal 6 April 2009, diagnosis kriteria WHO xxxxxxxxxxxxx1975 tersangka DBD.

7) Sekolah di : SD Karangmalang I, Desa Karangmalang.

PE dilaksanakan dalam radius 100 meter dari rumah penderita dengan tetangga berdekatan sebagai berikut:

Sebelah Utara penderita : sawah

Sebelah Selatan penderita : Tn. Joyo

Sebelah Barat penderita : pekarangan kosong

Sebelah Timur penderita : Tn. Samin

II. Hasil Pencarian Penderita Lain

Dari kegiatan tersebut juga tidak ditemukan adanya kasus penderita tambahan dengan kasus yang sama atau panas tanpa sebab dalam periode 3 minggu.

III. Hasil Abatisasi Selektif dan Hasil Pemeriksaan Jentik

Jumlah rumah yang diperiksa : 11 rumah

Jumlah rukah Pos I jentik : 0 rumah

House Index (HI) : 0 rumah

Jumlah rumah abatisasi : 0 rumah

Dari kegiatan PE yang dilaksanakan, tidak ditemukan jentik di penampungan air. Hasil pemeriksaan jentik pada tanggal 29 Mei 2009 di Desa Karangmalang RT 07 RW 03 adalah sebagai berikut:

No

Nama Kepala Keluarga

Alamat

(RT/RW)

Jentik

Keterangan

(+)

(-)

1

Wiryo Sunarto

07/03

-

4

Ada nyamuk

2

Bambang Suranto

07/03

-

4

-

3

Agus Suparno

07/03

-

2

-

4

Wawan

07/03

-

1

-

5

Sriyatun

7A

-

2

-

6

Sutarno

7A

-

2

-

7

Sumardi

07/03

-

2

Ada nyamuk

8

Hari

07/03

-

3

-

9

Triswarno

07/03

-

6

Ada nyamuk

10

Bambang Sigit P.

07/03

-

1

Ada nyamuk

11

Samsikem

07/03

-

9

-

12

Joyo

07/03

-

2

-

13

Supriyati

07/03

-

2

-

14

Amat Mesran

07/03

-

2

-

15

Sutomo

07/03

-

2

-

Jumlah

-

39

Keterangan: nomor 12-15 adalah PE pertama yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan setempat. Dalam perhitungan dan pembahasan, penulis hanya membahas nomor 1-11 (PE yang dilakukan oleh mahasiswa sendiri pada tanggal 29 Mei 2009).

House Index

Container Index



IV. Hasil Analisa Epidemiologi

Dari data di atas dilaksanakan analisa dengan kriteria sebagai berikut :

1. Adanya tambahan 2 atau lebih kasus DBD dalam periode 3 minggu lalu

2. Adanya tambahan 1 kasus DBD yang meninggal dalam periode 3 minggu lalu

3. Adanya tambahan kasus DBD 1 orang dan ada 3 penderita panas dalam periode 3 minggu serta house indeks (HI) – 5 %

4. Adanya tambahan 1 kasus DBD tetapi HI ≤5%.

Bila kriteria 1 atau 2 atau 3 dipenuhi, maka perlu dilakukan fogging focus seluas satu dukuh atau sekitar 400 rumah seluas 16 Ha, PSN, Larvasida selektif, dan penyuluhan. Tetapi bila hanya kriteria nomor 4 yang dipenuhi maka hanya perlu dilakukan PSN, penyuluhan dan larvasida selektif.

Rangkuman hasil PE yang dilakukan:

Tidak ditemukan kasus tambahan DBD, tidak ditemukan penderita panas dengan sebab tidak jelas, dan HI <5%.>

Tindakan Penanganan DBD:

Tindakan penanganan DBD yang sesuai dengan hasil PE adalah 3M Plus (PSN + larvasida selektif) serta penyuluhan.

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari hasil diskusi dengan Instruktur pada pertemuan pertama, didapatkan bahwa masing-masing metode penanggulangan DBD mempunyai kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi dari semua metode yang ada, metode yang paling efektif dan efisien adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) atau yang biasa disebut 3M (Menguras bak mandi, Menutup tempat penampungan air, dan Mengubur barang bekas). Umumnya PSN disertai dengan abatisasi sehingga disebut 3M Plus (plus abatisasi).

Metode

Efektivitas

Efisiensi

Keterangan

Fogging atau pengasapan

Untuk mengurangi populasi vektor (sesaat)

Tidak efisien (mahal)

-

Abatisasi selektif (dengan larvasida misalnya abate/altosid)

Efektif jika digunakan sesuai anjuran.

Efisien, tergantung penggunaannya. (1 sendok=10 gram untuk 100 L air)

Cocok untuk tempat penampungan yang jarang/sulit dikuras

Penyuluhan

Kurang efisien

Cukup efisien

-

PSN atau 3M

Efektivitas

Efisien

Paling rasional (efektif serta efisien)

Posko DBD

Efektif

Kurang efisien (biaya besar)

-

Diantara semua metode tersebut, yang terpenting adalah memilih yang paling efektif, efisien, dan paling memungkinkan dilakukan. Peran serta masyarakat juga menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan program penanggulangan DBD. Apabila masyarakat sudah sadar untuk ikut berperan dalam mengusahakan perbaikan status kesehatan, maka kegiatan penanggulangan DBD yang dilakukan akan menjadi lebih sukses.

Alur pelaporan kasus DBD yang terlalu rumit menyebabkan keterlambatan pelaksanaan PE. Disamping itu, pada umumnya, masyarakat sendiri lebih menyukai pengobatan sendiri dengan obat-obatan yang dijual bebas dibandingkan dengan berkonsultasi pada dokter. Sebab yang lain adalah, adanya sistem rujukan karena memeriksakan diri tidak pada petugas atau sarana kesehatan yang tepat. Karena itu, masih banyak kasus DBD yang tidak tertangani akibat dari sistem rujukan antar petugas atau sarana kesehatan, baik pemerintah maupun swasta.

Kasus DBD yang diderita penderita, yaitu Reza Agus, telah terjadi dalam rentang waktu yang relatif panjang, karena laporan adanya kasus DBD baru diterima pihak Puskesmas tepatnya 10 hari sejak penderita menderita demam, dan saat penerimaan laporan, penderita sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Pelaksanaan PE yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan setempat juga mungkin terlambat. Sebelum mahasiswa melakukan PE, PE pertama sudah terlebih dahulu dilaksanakan oleh petugas kesehatan setempat, yaitu Puskesmas Masaran II. Sehingga dalam PE yang dilaksanakan oleh mahasiswa tidak ditemukan jentik, karena jika dihitung hingga saat mahasiswa melakukan PE, rentang waktunya cukup lama, kurang lebih 2 bulan, karena itu penderita sendiri sudah sembuh, bahkan sudah kembali bersekolah.

Sebelum mahasiswa melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE), petugas kesehatan dari Puskesmas Masaran II telah melaksanakan PE terlebih dahulu serta telah dilaksanakan tindakan pemberantasan vektor di lingkungan penderita Reza Agus, yaitu di lingkungan Sokowinatan, Desa Karangmalang. Umumnya, warga telah sadar untuk membersihkan lingkungannya, sehingga saat melaksanakan PE mahasiswa tidak menemukan satu pun tempat penampungan air yang positif jentik. Dari keterangan yang diperoleh, beberapa warga menguras bak kamar mandinya setiap hari, dan dinding bak mandi tersebut juga terlihat bersih terawatt karena sering digosok atau disikat. Namun ada beberapa bak kamar mandi yang dindingnya terlihat kotor, menandakan bahwa jarang demikian. Meskipun demikian, dari semua bak kamar mandi dan penampungan air yang diperiksa, mahasiswa tidak menemukan container yang (+) jentik. Sehingga, hasil PE yang dilaksanakan mahasiswa mempunyai hasil House Index 0% dan Container Index 0%. Dari hasil pencarian kasus tambahan pun mahasiswa tidak menemukan kasus panas atau DBD positif. Sehingga, dari kesimpulan PE yang dilakukan mahasiswa, kegiatan yang perlu dilakukan hanya penyuluhan dan kegiatan 3M Plus (PSN + larvasida selektif).

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelaksanaan kegiatan Field Lab dengan topik Pengendalian Penyakit Menular: Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Masaran II Sragen sudah berlangsung baik dan edukatif. Mahasiswa dapat mencapai seluruh kompetensi dalam tujuan pembelajaran. Permasalahan di lapangan serta pemecahannya yang belum pernah didapatkan secara formal dalam pembelajaran dalam kegiatan perkuliahan, merupakan pengalaman yang penting untuk bekal pengabdian mahasiswa kelak sebagai dokter.

B. Saran

Sebaiknya pembimbing pelaksanaan PE diperbanyak, karena terkadang mahasiswa belum begitu mengenal lingkungan sekitar rumah penderita, sehingga mahasiswa sedikit bingung dalam mencari akses jalan. Selain itu, mahasiswa juga masih belajar di semester dua, dan banyak mahasiswa peserta kegiatan Field Lab yang berasal dari luar daerah dengan bahasa Jawa, jadi mahasiswa masih agak kesulitan dalam hal komunikasi dengan masyarakat yang tidak fasih berbahasa Indonesia. Lebih baik lagi apabila pada pelaksanaan Field Lab yang selanjutnya, pembimbing kegiatan diperbanyak bila perlu dan memungkinkan.


DAFTAR PUSTAKA

Kristina. Isminah. Wulandari, Leny. 2004. Demam Berdarah Dengue. http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm (diakses pada 30 Mei 2009).

Tim Field Lab FK UNS dan UPTD Puskesmas Sibela Surakarta. 2008. Manual Field Lab, Pengendalian Penyakit Menular: Demam Berdarah Dengue. Surakarta: Field Lab FK UNS.