Saturday, March 20, 2010

GI Track: Sakit Perut dan Diare

Skenario I: Sakit Perut dan Diare

Seorang wanita umur 30 tahun datang ke unit gawat darurat RS dr. Moewardi Surakarta dengan keluhan sakit perut dan diare.

Riwayat penyakit sekarang : satu bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita sering merasakan perut tidak enak, nyeri di daerah epigastrium, nausea kadang-kadang vomitus, terlambat makan juga sakit, nocturnal pain positif sehingga terbangun. Pederita sering minum obat maag (lambung) dan anti muntah bila merasakan keluhan diatas. Penderita pernah berobat ke dokter dan dikatakan menderita penyakit gastritis atau ulkus peptikum.

Sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit penderita mengalami diare sehari rata-rata 10 kali, konsistensi encer, tanpa disertai lendir dan darah, warna kuning berbau amis, juga disertai nausea dan vomitus. Vomitus terjadi setiap kali penderita makan atau minum. Badan lemah, kalau makan terasa pahit, sehingga penderita semakin tidak mau makan atau minum. Kencing sedikit.
Pemeriksaan fisik : keadaan umum lemah, gizi cukup, kesadaran apatis. Tekanan darah 80/50 mmHg, nadi 110x/menit, respirasi rate 28 kali permenit (pernafasan kussmoul). Suhu 37° C. Mata cekung, bibir kering, abdomen : epigastric tenderness positif, turgor perut menurun. Kedua tangan keriput. Oleh dokter, pasien diberikan terapi cairan.

Tinjauan Pustaka

Anatomi dan Fisiologi

Secara anatomis gaster terbagi atas fundus, corpus, dan antrum pilorycum atau pylorus. Dalam gaster terdapat 3 jenis otot, yaitu longitudinal, circulare, dan oblique. Ketiga jenis otot ini menghasilkan bermacam-macam kombinasi kontraksi, mulai dari memecah, mengaduk dan mencampur, kemudian mendorongnya kearah duodenum (Lindseth, 2007).

Dalam lapisan mukosa pada gaster terdapat beberapa tipe kelenjar dan dikategorikan menurut bagian anatomi gaster yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat orificium cardia dan menyekresi mucus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir seluruh corpus gaster. Kelenjar gastric memiliki 3 tipe utama sel. Sel-sel zimogenik (Chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal menyekresikan HCl dan factor instrinsik. Factor intrinsic diperlukan untuk absorpsi vitamin B12 di dalam usus halus. Sel-sel mucus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mucus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak di pylorus. Gastrin merangsang kelenjar gastric untuk menghasilkan HCl dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium, dan klorida (Lindseth, 2007).

Pengaturan sekresi gaster dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase sefalik, fase gastric, dan fase intestinal. Fase sefalik dimulai saat melihat atau membayangkan makanan. Cortex cerebri menyampaikan impuls untuk sekresi HCl, pepsinogen, ditambah mucus. Sekresi pada fase sefalik ini mencapai 10% dari total sekresi gaster. Fase gastric dimulai waktu makanan sampai di antrum pylorus. Hormon gastrin merangsang sekresi glandula lambung. Membran sel parietal mengandung reseptor untuk gastrin, histamin, dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Dalam fase ini dihasilkan hingga lebih dari 2/3 total sekresi gaster. Sedangkan fase intestinal dimulai saat terjadi gerakan chymus dari gaster ke duodenum (Lindseth, 2007).

Asam lambung mempunyai pH sekitar 1,00 sampai 2,00. Fungsi utamanya adalah pemecahan molekul protein dengan mengaktivasi pepsin. Fungsi lainnya adalah:

1. Kerja pendahuluan terhadap protein sebelum dipecah pepsin, yaitu berupa denaturasi dan hidrolisis.

2. Aktivasi pepsinogen menjadi pepsin.

3. Mempermudah penyerapan Fe.

4. Sedikit menghidrolisis suatu disakarida.

5. Merangsang pengeluaran sekretin, suatu hormon yang terdapat dalam duodenum.

6. Mencegah terjadinya fermentasi dalam lambung oleh mikroorganisme (Poedjiadi, 1994).

Sakit Perut dan Nyeri Epigastrium

Nyeri abdomen dapat terjadi karena rangsangan visceral, rangsangan somatic, dan akibat peristaltic. Adanya nyeri tekan pada pemeriksaan fisik seseorang juga menunjukkan bentuk nyeri tersebut. Nyeri tekan biasanya berasal dari nyeri yang melibatkan serosa. Nyeri ini dapat terjadi akibat infeksi yang kontinyu (terus menerus) serta ulcus lanjut. Nyeri somatic biasanya nyerinya terlokalisasi (Daldiyono & Syam, 2007).

Nyeri perut dapat berasal dari visceral akibat rangsang mekanik (regangan, spasme) atau kimiawi (iskemia, inflamasi). Nyeri visceral bersifat tumpul, rasa terbakar, dan samar batas lokasinya. Sedangkan nyeri peritoneum parietal bersifat tajam dengan lokasi yang lebih jelas. Ujung saraf nyeri pada organ seperti hati dan ginjal terbatas pada kapsulanya, jadi rasa nyeri timbul bila ada regangan karena pembesaran organ. Berdasarkan lokasinya, nyeri di daerah epigastrium mengarah pada 3 organ, yaitu gaster, pancreas, dan duodenum (Djojoningrat, 2007).

Diare

Definisi diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari, dan dengan konsistensi yang cair. Diare dibagi dua menjadi diare akut dan diare kronik. Diare akut berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu, sedangkan diare kronik berlangsung lebih dari 2 minggu (Djojoningrat, 2007).

Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1) lama waktu diare: akut atau kronik, 2) mekanisme patofisiologik: osmotic atau sekretorik, 3) berat-ringan diare: kecil atau besar, 4) penyebab infeksi atau tidak: infektif atau non-infektif, dan 5) penyebab organic atau tidak: organic atau fungsional (Simadibrata K & Daldiyono, 2007).

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patomekanisme sebagai berikut:

1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotic.

2. Sekresi cairan dan elektrolit yang meninggi, disebut diare sekretorik.

3. Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak

4. Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit.

5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal.

6. Gangguan permeabilitas usus.

7. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.

8. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi (Simadibrata K & Daldiyono, 2007).

Diare osmotic terjadi akibat meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari usus halus karena obat-obat/ zat kimia yang hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan efek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/ galaktosa (Simadibrata K & Daldiyono, 2007).

Diare sekretorik disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini adalah ditemukan tinja dengan volume yang sangat banyak sekali. Diare ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormone (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu) dan obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat, dll) (Simadibrata K & Daldiyono, 2007).

Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak: Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/ produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.

Defek system pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di enterosit.: karena adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.

Motilitas dan waktu transit usus abnormal: karena hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang normal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: DM, pasca vagotomi, hipertiroid.

Gangguan permeabilitas usus: karena permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membrane epitel spesifik pada usus halus.

Inflamasi dinding usus: karena adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, terjadi produksi mucus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non-infeksi (colitis ulcerative dan penyakit Crohn).

Diare infeksi merupakan penyebab tersering. Dibagi menjadi diare infeksi non-invasif dan invasif. Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Enterotoksin menempel pada epitel usus, lalu membentuk adenosine monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat, dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium, dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus (Simadibrata K & Daldiyono, 2007).

Nausea dan Vomitus

Muntah berdasarkan etiologinya dapat dirangsang melalui:

1. Serabut afferent vagus dari lapisan visceral gastrointestinal; misal muntah akibat rangsang peritoneum atau peritonitis, kolik bilier atau distensi gastrointestinal.

2. System vestibuler yang dirangsang oleh posisi atau infeksi vestibulum (reseptor histamine H1 dan muskarinik).

3. SSP, misal rangsang pada penciuman, penglihatan, dan emosi.

4. Chemoreceptor Trigger Zone pada area postrema medulla (reseptor serotonin 5-HT3 dan dopamine D3); muntah akibat obat kemoterapi, toksin, hipoksia, uremia, asidosis, dan pengobatan radiasi (Djojoningrat, 2007).

Sinyal sensorik yang mencetuskan muntah terutama berasal dari pharynx, oesophagus, gaster, dan bagian atas intestinum tenue. Tahapan muntah berlangsung sebagai berikut. Gerakan antiperistaltik (gerakan kearah atas), dapat dimulai sejauh ileum. Kemudian aksi muntah dimulai dengan bernapas dalam, naiknya tulang lidah dan larynx untuk menarik sphincter oesophagus bagian atas supaya terbuka. Kemudian glottis menutup untuk mencegah muntah masuk paru. Kemudian terjadi pengangkatan palatum molle untuk menutup nares posterior. Selanjutnya diaphragma berkontraksi sehingga menimbulkan tekanan tinggi, sementara terjadi relaksasi sphincter oesophagus bagian bawah, sehingga terjadi pengeluaran muntah (Guyton & Hall, 2007).

Dehidrasi

Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala (Simadibrata K & Daldiyono, 2007).

Obat Maag dan Anti Muntah

Antacid adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptic. Antacid tidak mengurangi volume HCl yang dikeluarkan lambung, tapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin. Antacid dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu antacid sistemik dan antacid nonsistemik. Antacid sistemik, misalnya natrium bikarbonat diabsorpsi dalam usus halus, sehingga urin bersifat alkalis. Sedangkan antacid nonsistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolic. Contoh antacid nonsistemik ialah sediaan magnesium, aluminium, dan kalsium. Penggunaan antacid yang mengandung Mg mempunyai efek samping, yaitu dapat menimbulkan diare (Estuningtyas & Arif, 2007).

Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Antagonis H2 yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Simetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Walaupun tidak sebaik penekanan sekresi asam lambung pada keadaan basal, simetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik, stimulasi vagus, atau gastrin. Simetidin dan ranitidine juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung (Dewoto, 2007).

Gastritis

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau local (Lindseth, 2007). Secara garis besar gastritis dibagi menjadi 3 tipe yakni: 1) monahopik, 2) atropik, dan 3) bentuk khusus. Kebanyakan gastritis tanpa gejala, dengan keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering dihubungkan oleh gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati disertai mual kadang-kadang sampai muntah. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi. Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised-erosion, perdarahan, edematous rugae (Hirlan, 2007).

Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis atrofi kronis. Gastritis akut sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan swasirna; merupakanrespons mukosa lambung terhadap berbagai iritan local. Endotoksin bakteri, kafein, alcohol, dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap menyebabkan gastritis akut. Obat lain juga terlibat, misalnya OAINS, sulfonamide, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pancreas, dan etanol juga diketahui menganggu sawar mucosa lambung (Lindseth, 2007).

Gastritis atrofik kronis ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis, dan mukosa mempunyai permukaan yang rata. Gastritis kronis digolongkan menjadi 2 kategori: gastritis tipe A (atrofik atau fundal) dan tipe B (antral). Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun karena adanya autoantibody terhadap sel parietal lambung dan factor intrinsic berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Gastritis kronis tipe B umumnya mengenai daerah antral lambung dan terjadi lebih sering. Sekresi asam pada gastritis kronis tipe B normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh H. pylori. Gastritis atrofik kronis dapatmencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma. Gejala gastritis kronis umumnya bervariasi dan tidak jelas yaitu rasa penuh, anoreeksia, dan distress epigastrik yang tidak jelas (Lindseth, 2007).

Ulcus Peptikum

Ulcus pepticum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai dibawah epitel. Menurut definisi, ulcus peptikum dapat terletak di setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum. Penyebab yang penting adalah aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung. Namun banyak factor yang berperan dalam pathogenesis ulcus peptikum. Bakteri H. pylori dijumpai dalam 90% penderita ulcus duodenum. Penyebab ulcus peptikum lainnya adalah sekresi bikarbonat mukosa, ciri genetic, dan stress (Lindseth, 2007).

Penatalaksanaan

Rehidrasi adalah usaha mengembalikan ke keadaan hidrasi yang normal dari keadaan dehidrasi. Dehidrasi dalam pengertian klinis adalah tubuh kehilangan air beserta elektrolit-elektrolitnya, tujuan utama rehidrasi adalah pengembalian cairan badan ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi yang tepat untuk keseimbangan asam basa. Pengobatan dehidrasi akibat diare dapat dibagi menjadi: rehidrasi (suportif), pengobatan yang ditujukan pada etiologinya, pengobatan spesifik untuk rotavirus, dan pengobatan protozoa penyebab diare (Loehoeri dan Wirjoatmodjo, 2007).

Daftar Pustaka

Daldiyono. Syam, Ari Fahrial. 2007. Nyeri Abdomen Akut. IPD UI jilid 1

Dewoto, Hedi R. 2007. Histamin dan Antialergi. Farmako UI

Djojoningrat, Dharmika. 2007. Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. IPD UI jilid 1.

Estuningtyas, Ari. Arif, Azalia. 2007. Obat Lokal. Farmako UI

Hirlan. 2007. Gastritis. IPD jilid 1.

Lindseth, Glenda N. 2007. Gangguan Lambung dan Duodenum. Patofis jilid 1. Jakarta: EGC

Loehoeri, Soebagjo. Wirjoatmodjo, Moefrodi. 2007. Rehidrasi. IPD UI jilid1.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

*Dedicated to Myself: I know I can do this!