Wednesday, June 9, 2010

Reproduksi: Masa Nifas

SKENARIO 3: Masa Nifas

Ny. Ngatini, 21 tahun, dua hari yang lalu telah melahirkan anak pertama secara normal. Persalinannya ditolong oleh bidan. Bayinya sehat, laki-laki, dengan berat lahir 3100 gram. Air susu ibu yang keluar pada hari pertama hanya sedikit dan berwarna putih kekuningan. Setelah itu menjadi lebih encer, lebih jernih, dan lebih banyak. Darah nifas yang keluar berwarna merah kehitaman.

Karena khawatir jahitan di vulvanya lepas, maka pasien tidak berani buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) sehingga saat ini merasa perut bagian bawah terasa nyeri. Kemudian pasien datang ke puskesmas dan diperiksa oleh dokter puskesmas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Abdomen bagian bawah tampak membuncit, teraba massa kistik, nyeri, dan terasa ingin berkemih saat ditekan. Tinggi fundus uteri tidak bisa dinilai karena terhalang oleh massa kistik tersebut. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan skibala. Dokter puskesmas melakukan pemasangan kateter dan keluar urin sebanyak 1200 cc kemudian melakukan lavemen. Urin yang keluar diperiksa di laboratorium dan didapatkan bakteri positif tiga (+++) serta sedimen lekosit dan eritrosit.

TINJAUAN PUSTAKA

Partus Normal

Partus biasa (normal) disebut jug partus spontan, adalah proses lahirnya bayi pada LBK dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Mochtar, 1998).

Partus maturus (aterm atau cukup bulan) adalah partus pada kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan diatas 2500 gram (Mochtar, 1998).

Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Nifas dibagi dalam 3 periode (Mochtar, 1998):

1. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

2. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital, lamanya 6-8 minggu.

3. Remote puerperium, adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu, bulanan, atau tahunan.

Perubahan Fisiologik dan Anatomik

Perubahan endokrinologi yang terjadi selama kehamilan pulih kembali dengan cepat. Beberapa jam setelah plasenta keluar, kadar hormone-hormon plasenta, human placental lactogen (hPL) dan chorionic gonadotropin (hCG), turun dengan cepat. Dalam 2 hari, hPL sudah tidak terdeteksi dalam serum, dan pada hari ke-10 setelah melahirkan, hCG sudah tidak terdeteksi lagi. Kadar estrogen dan progesterone dalam serum menurun dengan cepat dalam 3 hari pertama masa nifas dan mencapai kadar tidak hamil sebelum hari ke-7 setelah melahirkan. Kadar tetap demikian jika wanita menyusui bayinya; jika tidak, estradiol akan mulai meningkat, yang menunjukkan pertumbuhan folikular. Diantara wanita menyusui, kadar prolaktin (hPr) meningkat setelah bayi menyusu (Llewellyn-Jones, 2001).

System kardiovaskular pulih kembali ke keadaan tidak hamil dalam tempo 2 minggu pertama masa nifas. Dalam 24 jam pertama, beban tambahan pada jantung yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik masih ada, setelah itu volume darah dan plasma kembali pada keadaan tidak hamil. Hal ini terjadi pada minggu kedua masa nifas. Dalam 10 hari pertama setelah melahirkan, peningkatan faktor pembekuan yang terjadi selama kehamilan masih menetap namun diimbangi oleh peningkatan aktivitas fibrinolitik (Llewellyn-Jones, 2001).

Perubahan Morfologik dalam Traktus Genitalia

Perineum dan vagina. Kerusakan perineum dapat diperbaiki, tetapi edema mungkin menetap sampai beberapa hari. Dinding vagina bengkak, kebiruan dan menonjol. Tonus cepat pulih meskipun masih fragil dalam 1 atau 2 minggu (Llewellyn-Jones, 2001).

Uterus. Uterus berangsur mengalami involusi sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi (Mochtar, 1998):

Involusi

Tinggi fundus uterus

Berat uterus

Bayi lahir

Setinggi pusat

1000 gram

Uri lahir

2 jari bawah pusat

750 gram

1 minggu

Pertengahan pusat-symphisis

500 gram

2 minggu

Tidak teraba di atas symphisis

350 gram

6 minggu

Bertambah kecil

50 gram

8 minggu

Sebesar normal

30 gram

Cervix. Setelah persalinan, bentuk cervix agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang terdapat perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim; setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari (Mochtar, 1998).

Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari. Rasa sakit, yang disebut after pains (merian atau mules-mules), disebabkan oleh kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan (Mochtar, 1998).

Bersamaan dengan involusi uterus, tempat plasenta juga menjadi kecil. Tempat ini cepat tertutup oleh anyaman fibrin setelah melahirkan, dan terjadi thrombosis di dalam pembuluh-pembuluh darah yang memberikan suplai kepadanya. Dibawah tempat plasenta ini, terbentuk ‘barrier’ oleh makrofag, limfosit, dan polimorf yang juga meluas ke seluruh bagian rongga endometrium. Dalam 10 hari plasenta mengecil hingga berdiameter 2,5 cm dan sudah tumbuh lapisan epithelium baru, yang juga menutupi sisa rongga uterus. Jaringan superficial dinding uterus dan tempat plasenta terus menerus terlepas selama 6 minggu, yang menjadi bagian dalam lokia (Llewellyn-Jones, 2001).

Lochia adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Terdiri dari (Mochtar, 1998):

1. Lochia rubra (cruenta): darah segar dan sisa selaput ketuban, sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum, selama 2 hari pasca persalinan.

2. Lochia sanguinolenta: warna merah kuning isi darah dan lendir; hari 3-7 pasca persalinan.

3. Lochia serosa: kuning, cairan tidak berdarah lagi; hari 3-7 pasca persalinan.

4. Lochia alba: cairan putih, setelah 2 minggu.

5. Lochia purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

6. Lochio stasis: lochia tidak lancar keluarnya.

Sifat lokia berubah ketika thrombosis pembuluh darah di tempat itu mengalami organisasi. Warnanya menjadi coklat kemerahan dari hari ke 3 sampai 12, tetapi setelah itu kebanyakan rongga endometrium telah tertutup epithelium, lokia menjadi berwarna kuning. Kadang trombi pada ujung pembuluh darah pecah, dan mengeluarkan darah sehingga lokia kembali menjadi merah selama beberapa hari lagi (Llewellyn-Jones, 2001).

Ligamen-ligamen. Ligament, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang berangsur menciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Untuk memulihkan kembali, sebaiknya dengan latihan dan gimnastik pasca persalinan (Mochtar, 1998).

Perdarahan Postpartum

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Dalam pengertian ini dimasukkan juga perdarahan karena retensio plasenta. Menurut waktu terjadinya dibagi menjadi dua bagian (Mochtar, 1998):

1. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.

2. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 postpartum.

Menurut Wiknjosastro H (1960), perdarahan terutama perdarahan postpartum merupakan salah satu sebab utama kematian ibu dalam persalinan. Karena itu tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum, yaitu (Mochtar, 1998).:

1. Penghentian perdarahan.

2. Jaga jangan sampai timbul syok.

3. Penggantian darah yang hilang.

Perdarahan postpartum dimaksud dengan perdarahan dalam Kala IV yang lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Mochtar, 1998).

Laktasi dan Pemberian ASI

Pada kehamilan lanjut payudara mensekresi cairan yang kental dan berwarna kekuning-kuningan, kolostrum, yang kaya akan antibody imun. Produksi kolostrum meningkat setelah melahirkan hingga digantikan oleh ASI (Llewellyn-Jones, 2001).

Untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamma yaitu (Mochtar, 1998):

1. Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli, dan jaringan lemak bertambah.

2. Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum, berwarna kuning-putih susu.

3. Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, di mana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.

4. Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesterone hilang. Maka timbul pengaruh hormone laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Di samping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mioepitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan.

Bila bayi mulai disusui, isapan pada putting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikeluarkan oleh hipofise. Produksi ASI akan lebih banyak. Sebagai efek positif adalah involusi uterus akan lebih sempurna (Mochtar, 1998).

Retensi Urin

Retensi urin adalah ketidakmampuan buli-buli untuk mengeluarkan urin yang telah melampaui batas kapasitas maksimalnya. Hal ini dirasakan sebagai nyrei suprapubik, perasaan ingin kencing dan buli-buli terasa penuh (Purnomo, 2000).

Akibat dari retensi urin (Gardjito, 1994):

· Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga tekanan didalam lumennya meningkat dan tegangan dari dindingnya akan meningkat.

· Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam lumen akan menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi hidroureter dan hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal.

· Bila tekanan didalam buli-buli meningkat dan melebihi besarnya hambatan di daerah uretra, urin akan memancar berulang-ulang (dalam jumlah sedikit) tanpa bisa ditahan oleh penderita, sementara itu buli-buli tetap penuh dengan urin. Keadaan ini disebut : inkontinensi paradoksa atau "overflow incontinence"

· Tegangan dari dinding buli-buli terus meningkat sampai tercapai batas toleransi dan setelah batas ini dilewati, otot buli-buli akan mengalami dilatasi sehingga kapasitas buli-buli melebihi kapasitas maksimumnya, dengan akibat kekuatan kontraksi otot buli-buli akan menyusut.

· Retensi urin merupakan predileksi untuk terjadinya infeksi saluran kemih (ISK) dan bila ini terjadi, dapat menimbulkan keadaan gawat yang serius seperti pielonefritis, urosepsis, khususnya pada penderita usia lanjut.

PEMBAHASAN

Berat 3100 gram, termasuk kategori normal, bukan BBLR atau berat lebih dari 4000 gram. ASI yang dimaksud keluar pada hari pertama sedikit dan berwarna kekuningan merupakan colostrum, yaitu sekresi awal glandula mammae yang berisi immunoglobulin. Darah nifas yang keluar berwarna kehitaman, dapat disebabkan karena pasien yang takut untuk beraktifitas, sehingga darah tertahan beberapa saat dalam traktus genitalis, sehingga saat keluar warnanya merah kehitaman.

Perut bagian bawah terasa nyeri, hal ini dapat dikarenakan adanya retensi urin dan skibala atau feses yang keras di dalam colon. Tanda vital dalam batas normal berarti dapat dikatakan pasien tidak mengalami infeksi yang ditandai dengan normalnya pengukuran suhu badan. Abdomen membuncit dan teraba massa kistik yang menghalangi fundus uterus, yaitu adanya retensi urin dalam vesica urinaria, yang memang secara anatomis terletak lebih anterior daripada uterus. Skibala yang terdapat pada pemeriksaan colok dubur merupakan akibat dari BAB yang ditahan oleh pasien.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang mungkin terjadi dapat diakibatkan retensi urin, sehingga masih perlu dipastikan dengan pemeriksaan bakteriologi urin, apakah jumlah yang ada dapat dikategorikan sebagai ISK.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pasien tidak mengalami infeksi nifas, hanya merupakan dampak dari ketakutan pasien yang berlebihan untuk BAK dan BAB, sehingga kemungkinan terjadi ISK akibat retensi urin.

Saran

Sebaiknya pasien tidak perlu menahan BAK dan BAB. BAK dan BAB dapat dilakukan, sepanjang tidak berlebihan dan memaksakan kontraksi otot disekitar traktus genitalis. Selain itu, sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan bakteriologi urin, sehingga setelah diketahui positif ISK atau tidak segera diberikan pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Gardjito, Widjoseno. 1994. Retensi Urin, Permasalahan dan Penatalaksanaannya. Akses April 16, 2010, 10:32 di http://urologi.or.id/pdf/JURI%20VOLL%204%20NO.2%20TAHUN%201994_2.pdf

Llewellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2 Jilid 1. Jakarta: EGC.

Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta: CV Sagung Seto.