Thursday, January 20, 2011

Apergillus sp.

BAB I
PENDAHULUAN

Aspergillus merupakan kapang saprofit yang sering dijumpai di tanah, air, dan tumbuhan yang membusuk. Lebih dari 200 spesies Aspergillus telah diidentifikasi, dan Aspergillus fumigatus merupakan penyebab infeksi pada manusia yang terbanyak dimana lebih dari 90% menyebabkan invasive dan non-invasif aspergillosis. Aspergillus flavus menyebabkan invasive aspergillosis sebanyak 10% sedangkan Aspergillus niger dan Aspergillus terreus sebanyak 2% (Lubis, 2008).
Aspergillosis kutaneus termasuk salah satu manifestasi dari infeksi jamur Aspergillus. Aspergillosis kutaneus ini merupakan manifestasi disseminated aspergillosis yang jarang, dijumpai pada 5-10% pasien. Aspergillosis kutaneus dapat diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Aspergilosis kutaneus primer merujuk pada kasus yang mengikuti inokulasi langsung, sedangkan aspergilosis kutaneus sekunder merupakan hasil dari infeksi hematogen. Penampakan lesi dapat bervariasi, namun biasanya digambarkan eritematosa hingga keunguan, edematosa, indurasi plak yang kemudian berkembang menjadi ulserasi nekrotik (Chiu, 2010; Lubis, 2008; Annaissie et.al, 2009).
Aspergillosis kutaneus primer umumnya disebabkan oleh Aspergillus flavus sedangkan Aspergillus niger dan Aspergillus ustus dari hasil pemeriksaan kultur dilaporkan juga dapat menjadi penyebab aspergillosis kutaneus primer (Lubis, 2008).
Lesi utama aspergillosis dapat berbentuk macula, papul, nodul, ataupun plak sedangkan bentuk pustule ataupun lesi yang disertai dengan purulen discharge sering dijumpai pada neonatus cutaneous aspergillosis. Sedangkan pada aspergillosis kutaneus sekunder, awalnya berupa papul atau plak eritematosa atau violaceous, indurated, soliter atau multiple. Lesi biasanya nyeri tetapi dapat juga asimtomatik. Manifestasi ini mengalami perubahan secara cepat menjadi pustule, vesikel yang hemoragik dan selanjutnya akan terbentuk krusta yang tertutup keropeng hitam (Lubis, 2008).



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Spesies
            Aspergilosis kutaneus umumnya disebabkan oleh Aspergillus fumigatus dan Aspergillus flavus, sementara jarang dilaporkan infeksi kutaneus oleh Apergillus terreus (Chiu, 2010). Aspergillus fumigatus sejauh ini tetap menjadi penyebab tersering aspergilosis invasive (IA) (Diba et.al, 2007).
B.       Pemeriksaan Penunjang
1.         Pemeriksaan Mikroskopis Langsung
Bahan yang dapat digunakan adalah sputum, bronchial washing, aspirasi tracheal dari pasien dengan penyakit paru dan biopi jaringan dari pasien disseminated. Sebelum pemeriksaan dilakukan, spesimen diberi KOH 10% dan tinta Parker kemudian diberi pewarnaan gram, khusus untuk biopsy jaringann diberi pewarnaan khusus untuk jamur yaitu Gomori methenamine silver atau Periodic acid-Schiff. Dari hasil pemeriksan dijumpai adanya cabang dichotomus dan hypha bersepta (Lubis, 2008).
2.         Pemeriksaan Kultur
Spesimen berasal dari sputum, bronchial washing dan aspirasi tracheal, kemudian diinokulasi pada agar Saboroud dextrose. Koloni tumbuh cepat, dapat berwarna putih, kuning, kuning kecoklatam, coklat kehitaman atau hijau (Lubis, 2008).
3.         Tes Kulit
Tes kulit menggunakan antigen aspergillus hanya berhasil untuk mendiagnosis alergen aspergillosis (Lubis, 2008).
4.         Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan berupa immunodiffusion (ID), indirect haemaglutination dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Pada pasien invasive aspergilosis, ditemukan titer yang tinggi dari antigen galactomannan, yang merupakan komponen utama dari dinding sel aspergillus (Lubis, 2008).
5.         Diagnostik Molekuler
Dengan PCR, mendeteksi DNA aspergillus dalam darah, serum dan cairan bronchoalveolar lavage. Metode pemeriksaan Nucleic acid sequence-based amplificatiob (NASBA) assay juga telah mengalam perkembangan, digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi genus aspergillus dengan RNA sequences yang spesifik dari spesimen darah (Lubis, 2008).
C.      Pemeriksaan dan Identifikasi
Tes molekuler dan imunologi menghasilkan diagnosis yang lebih baik dan lebih cepat untuk aspergilosis, tetapi pemeriksaan mikroskopis dan kultur tetap menjadi pemeriksaan yang paling umum dan sangat diperlukan. Identifikasi umum dari spesies aspergillus didasarkan pada karakteristik morfologi dari koloni dan pemeriksaan mikroskopis (Diba et al, 2007).
       Metode mikroskopis seperti pengecatan gram dan histopatologi konvensional memberikan bukti keberadaan Aspergillus sp pada jaringan. Blankofor atau Calcofluor dicampurkan dengan 10%-20% potassium hidroklorida (KOH), memberi warna dinding sel jamur dan meningkatkan kemungkinan ditemukannya jamur (McClenny, 2005).
       Untuk melihat apakah ada infeksi jamur perlu dibuat preparat langsung dari kerokan kulit, rambut, atau kuku. Sediaan dituangi larutan KOH 10-40% dengan maksud melarutkan keratin kulit atau kuku sehingga akan tinggal kelompok hifa. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanasi di atas api kecil, jangan sampai menguap, dilihat di bawah mikroskop, dimulai dengan pembesaran 10 kali (Siregar, 2004).
       Adanya elemen jamur tampak berupa benang-benang bersifat kontur ganda. Selain itu, tampak juga bintik spora berupa bola kecil sebesar 1-3µ. Bahan-bahan yang diperlukan untuk diperiksa didapat dari (Siregar, 2004):
1.    Kulit
Bahan diambil dan dipilih dari bagian lesi yang aktif, yaitu daerah pinggir. Terlebih dahulu dibersihkan dengan alcohol 70%, lalu dikerok dengan scalpel sehingga memperoleh skuama yang cukup. Letakkan di atas gelas obyek, lalu dituangi dengan KOH 10%.
2.    Rambut
Rambut yang dipilih adalah rambut yang terputus-putus atau rambut yang warnanya tak mengilat lagi, tuangi KOH 20%, lihat adanya infeksi endo atau ektotrik.
3.    Kuku
Bahan yang diambil adalah masa detritus dari bagian bawah kuku yang  sudah rusak atau dari bahan kukunya sendiri, selanjutnya dituangi dengan KOH 20-40% dan dilihat di bawah mikroskop, dicari hifa atau spora.
       Dengan preparat langsung ini, sebenarnya diagnosis suatu dermatomikosis sudah dapat ditegakkan. Penentuan etiologi spesies diperlukan untuk keperluan penentuan prognosis, kemajuan terapi dan epidemiologis (Siregar, 2004).
D.      Morfologi Mikroskopis Aspergillus sp.
1.      A. fumigatus
Hifa selebar 2,5-8 µm, bersepta, hyalin, bercabang seperti pohon atau kipas. Bentuknya sedikit menyerupai hifa kelompok zygomycetes. Kepala konidia uniseriate, kolumner, konidia seperti rantai, terlepas atau menyebar. Konidia tunggal atau berpasangan dapat menyerupai sel khamir (McClenny, 2005).
2.      A. niger
Gambaran hifa seperti A. fumigatus. Kepala konidia biseriate, tersusun radier, seperti rantai, terlepas atau menyebar. Konidia tunggal atau berpasangan dapat menyerupai sel khamir (McClenny, 2005).
3.      A. terreus
Gambaran hifa seperti A. fumigatus. Kecil, bulat, konidia hyalin menempel pada hifa vegetative (McClenny, 2005).
      


 BAB III
PEMBAHASAN

            Aspergillus sp., yang termasuk kelompok fungus kapang, merupakan parasit yang dapat menyebabkan penyakit aspergillosis. Spesies yang paling banyak menyebabkan penyakit dan paling berbahaya adalah Aspergillus fumigatus. Akan tetapi, sebagai pada aspergillosis kutaneus, Aspergillus flavus merupakan spesies yang terbanyak menyebabkan penyakit tersebut.
            Diagnosis aspergillosis dapat juga ditegakkan melalui pemeriksaan molekuler seperti serologi, antibodia atau antigen, tetapi diagnosis yang hampir pasti dan sangat penting untuk dilakukan adalah diagnosis mikroskopis melalui sediaan langsung atau kultur.
            Untuk pemeriksaan mikroskopis langsung, sediaan yang diperiksa dapat berasal dari kerokan kulit atau potongan kuku. Setelah dilarutkan dalam larutan Kalium Hidroksida (KOH) untuk melisiskan membran epitel serta melarutkan protein dan lipid dalam sel fungus.
Pada pemeriksaan mikroskopis langsung, apabila terdapat infeksi Aspergillus sp. pada jaringan yang diperiksa, maka akan terdapat gambaran cabang dichotomus dan hypha yang bersepta.
            Secara umum, gambaran morfologi Aspergillus sp. hampir sama, hanya terdapat sedikit perbedaan. Hifa selebar 2,5-8 µm, bersepta, hyalin, bercabang seperti pohon atau kipas. Bentuknya sedikit menyerupai hifa kelompok zygomycetes. Pada A. fumigatus, kepala konidia uniseriate, kolumner, konidia seperti rantai, terlepas atau menyebar. Konidia tunggal atau berpasangan dapat menyerupai sel khamir. Pada A. niger, gambaran hampir sama, tetapi kepala konidia A. niger berupa biseriate. Pada A. terreus, gambaran hampir sama, tetapi terdapat konidia berhyalin yang kecil dan berbentuk bulat.



 BAB IV
PENUTUP

A.      Simpulan
            Diagnosis dari aspergillosis kutaneus yang paling mudah dilaksanakan dan paling penting adalah dengan ditemukannya hifa dan konidia pada pemeriksaan mikroskopis langsung melalui sediaan dari spesimen kulit atau kuku.
B.       Saran
            Sebaiknya apabila terdapat dugaan aspergillosis kutaneus, segera dilakukan pemeriksaan mikroskopis langsung.



 DAFTAR PUSTAKA

Annaissie, E.J. McGinnis, M.R. Pfaller, M.A. 2009. Clinical Mycology Second Edition. Churchill Livingstone Elsevier.
Diba, K. Kordbacheh P. Mirhendi SH. Rezaie, S. Mahmoudi, M. 2007. Identification of Aspergillus Species Using Morphological Characteristics dalam Pak J Med Sci 2007 Vol. 23 No. 6  http://www.pjms.com.pk/issues/octdec207/pdf/aspergillus.pdf
Lubis, R.D. 2008. Aspergilosis. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3432/1/08E00886.pdf  20 November 2010.
McClenny, N. 2005. Laboratory detection and identification of Aspergillus species by microscopic observation and culture: the traditional approach dalam Medical Mycology Supplement 1 2005, 43, S125_/S128
Siregar, R.S. 2004. Penyakit Jamur Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC.