Saturday, May 15, 2010

Reproduksi: Abortus Imminens

SKENARIO 1: Abortus Imminens

SKENARIO 1

Seorang perempuan 19 tahun sejak 3 bulan yang lalu tidak mendapatkan haid dan sudah dilakukan pemeriksaan tes kehamilan dan hasilnya positif. Sejak tiga hari mengeluarkan darah dari vagina sedikit-sedikit. Sebelumnya haid teratur setiap bulan dan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi. Penderita merasa payudara tegang, mual, dan muntah-muntah terutama pagi hari. Setiap kali makan atau minum selalu muntah lagi, dan penderita sudah minum obat anti muntah, tetapi muntah tidak berkurang. Badannya lemah sampai tidak dapat beraktivitas. Sudah 3 tahun ini penderita mengkonsumsi alcohol dan rokok.

Penderita datang ke poliklinik diperiksa oleh dokter umum. Disana dokter memeriksa penderita untuk mendapatkan gejala dan tanda lainnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan normal, mulut kering, dan turgor kulit menurun, fundus uteri teraba 1 cm diatas symphisis. Pada pemeriksaan inspekulo tampak ostium uteri eksternum tertutup dan keluar darah segar. Dokter tersebut menyarankan agar penderita dirawat inap untuk memperbaiki keadaan umum dan menjalani pemeriksaan ultrasonografi.

TINJAUAN PUSTAKA

Tidak mendapatkan haid sejak 3 bulan yang lalu

Amenore

Amenorea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain (Wiknjosastro et.al, 1999).

Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus amenorea dapat diketahui sebabnya (Wiknjosastro et.al, 1999).

Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut (Wiknjosastro et.al, 1999):

1. Pemeriksaan foto rontgen dari thorax terhadap tuberculosis pulmonum, dan dari sella tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella tersebut.

2. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan berkat pengaruhnya.

3. Tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus.

4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapangan visus jika ada kemungkinan tumor hipofisis.

5. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk mengetahui adanya endometritis tuberkulosa.

6. Pemeriksaan metabolisme basal atau, jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula thyroidea.

Tes Kehamilan

Diagnosis kehamilan membutuhkan 3 alat diagnostic utama, yaitu pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan, evaluasi laboratorium, dan ultrasonografi (Shields, 2009).

Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan

Penjelasan tentang pola menstruasi, termasuk tanggal onset menstruasi yang terakhir, durasi, aliran, dan frekuensi. Hal-hal yang mungkin dapat membingungkan diagnosis awal kehamilan termasuk periode mestruasi terakhir yang atipikal, penggunaan kontrasepsi, dan riwayat menstruasi yang ireguler. Apalagi, sebanyak 25% wanita mengalami perdarahan sepanjang trimester pertama, yang selanjutnya membuat diagnosis semakin rumit (Shields, 2009).

Kewaspadaan diperlukan terhadap peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (hCG), uterus yang kosong pada sonogram, nyeri abdomen, dan perdarahan per vaginam karena mungkin menandakan adanya kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik adalah penyebab primer dari mortalitas maternal pada trimester I dan harus didiagnosa lebih awal, sebelum kehamilan rupture atau pasien menjadi tidak stabil (Shields, 2009).

Presentasi klasik dari kehamilan adalah wanita dengan pola menstruasi regular yang menunjukkan gejala amenorea, nausea, vomiting, malaise secara umum, dan payudara yang terasa lunak (Shields, 2009).

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan uterus yang membesar melalui pemeriksaan bimanual, perubahan payudara, dan perlunakan serta pembesaran cervix (tanda Hegar; diobservasi pada kira-kira 6 minggu). Tanda Chadwick, yang merupakan perubahan warna menjadi biru dari cervix karena kongesti vena, dapat diobservasi pada 8-10 minggu. Uterus pada kehamilan dapat dipalpasi rendah di abdomen jika kehamilan telah berkembang cukup, biasanya sekitar 12 minggu. Dewasa ini, melalui penggunaan pemeriksaan kimia dan USG, dokter dapat lebih cakap dalam mendiagnosis kehamilan sebelum muncul tanda fisik dan gejala klinis (Shields, 2009).

Evaluasi laboratorium

Beberapa hormone dapat digunakan, paling umum digunakan adalah subunit beta dari hCG. Selain itu digunakan juga progesterone dan faktor kehamilan awal (Shields, 2009).

Sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas masing-masing mensekresi berbagai hormone yang termasuk corticotrophin-releasing hormone, thyrotropin-releasing hormone, somatostatin, corticotrophin, human chorionic thyrotropin, human placental lactogen, inhibin/activin, transforming growth factor beta, insulinlike growth factor 1&2, epidermal growth factor, precnancy-specific beta-1 glycoprotein, placental protein 5, dan pregnancy-associated plasma protein-A. Tetapi tidak ada tes yang dapat tersedia untuk pemeriksaan hormone-hormone ini (Shields, 2009).

hCG adalah glikoprotein yang secara structural sama dengan FSH dan LH, terdiri dari subunit alfa dan beta (Shields, 2009). Pemeriksaan subunit beta hCG, yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis kehamilan, diakui mempunyai angka kegagalan (kira-kira 1%). Selain itu, hasil pemeriksaan dapat positi pada koriokarsinoma ovarium non gestasional atau pada tumor saluran cerna atau testis yang jarang. Namun demikian pemeriksaan sub-unit beta hCG yang positif dapat dianggap sebagai bukti kehamilan yang beralasan. Hasil pemeriksaan kehamilan positif sejati diikuti negative sejati dapat menunjukkan adanya abortus. Metode-metode utama untuk menentukan sub-unit hCG adalah sebagai berikut (Benson & Pernoll, 2008):

1. Tes imunologis

Didasarkan pada potensi antigenic hCG (aglutinasi langsung atau tidak langsung sel darah merah yang sudah disensitisasi atau partikel lateks). Memerlukan gelas objek untuk reagen, dengan waktu beberapa menit hingga lebih dari satu jam. Sensitivitas tes ini berbeda-beda secara luas (250-1400 mIU/ml).

2. Radioimmunoassay (RIA)

Memerlukan alat penghitung gamma agar mempunyai sensitivitas tertinggi. Dapat dilaporkan dalam waktu <90>

3. Pemeriksaan Radioreseptor (RRA)

Mengukur aktivitas biologis pengikatan hCG dengan membrane korpus luteum sapi secara in vitro. Sayangnya, hCG dan hLH tidak dapat dipisahkan dengan RRA. RRA yang tersedia di pasaran, Biocept G, mengatur titik negative yang tinggi untuk menghindari hasil positif palsu. Namun ketepatan pemeriksaan ini tidak mendekati kepekaan RIA atau ELISA.

4. Enzyme-Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA)

Pemeriksaan ELISA menggunakan antibody monoclonal spesifik yang dihasilkan dengan teknologi sel hibrida. Pada ELISA, enzim menginduksi perubahan warna yang menunjukkan kadar hCG. RIA, RRA, atau ELISA dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan pada 8-12 hari setelah ovulasi. hCG mempunyai waktu penggandaan 1,2-2,5 hari selama 10 minggu pertama kehamilan, kemudian disertai penurunan lambat sampai sekitar 5000 mIU/ml.

Pemeriksaan tabung lateks atau pemeriksaan slide spesifik beta terkini yang didasarkan pada aglutinasi dan aglutinasi-inhibisi masih memadai untuk mendiagnosis kehamilan normal >1-2 bulan. Namun demikian pemeriksaan ELISA biasanya dapat mendeteksi kehamilan lebih awal dan lebih akurat, meskipun setelah kehamilan, pemeriksaan ELISA memerlukan waktu beberapa minggu untuk menjadi negative. Karena itu, RIA akan terus menjadi metode yang digunakan untuk penelitian kuantitatif serial kehamilan-kehamilan bermasalah, terutama penyakit trofoblastik.

Ultrasonografi (USG)

Dengan USG, kehamilan dapat didiagnosis mulai minggu keempat dan untuk anak kembar mulai minggu keenam. Real-time USG dengan resolusi tinggi dapat menentukan usia kehamilan dengan tepat, terutama selama paruh pertama usia kehamilan. Selama waktu ini, keakuratan USG menentukan usia kehamilan adalah dalam rentang 1 minggu pada 95% kasus. Berbagai parameter, misalnya panjang kepala-bokong, diukur tergantung usia hasil pembuahan (Benson & Pernoll, 2008).

Mengeluarkan darah dari vagina sedikit-sedikit

Simptomatologi penyakit-penyakit ginekologik untuk bagian terbesar berkisar antara 3 gejala pokok, yaitu 1) perdarahan; 2) rasa nyeri; dan 3) pembengkakan (Wiknjosastro et.al, 1999).

Perdarahan yang didahului haid yang terlambat biasanya disebabkan oleh abortus, kehamilan mola, atau kehamilan ektopik. Walaupun demikian, kemungkinan perdarahan karena polypus servisis uteri, erosio porsionis uteri, dan karsinoma servisis uteri tidak dapat disingkirkan begitu saja tanpa pemeriksaan yang teliti (Wiknjosastro et.al, 1999).

Penyebab perdarahan per vaginam abnormal

Penyebab organic (Norwitz & Schorge, 2006).

1. Penyakit saluran reproduksi

- Kondisi terkait kehamilan merupakan penyebab paling umum pada wanita usia subur, misal aborsi, aborsi inkomplet, dan aborsi yang tidak dikenali; kehamilan ektopik; penyakit trofoblastik gestasional. Perdarahan implantasi, juga sering pada mestruasi pertama yang tidak terjadi.

- Lesi uterus umumnya menyebabkan menoragia atau metroragia dengan menambah luas daerah permukaan endometrium, mengacaukan pembuluh darah endometrium, atau membuat permukaan menjadi rapuh/meradang.

- Lesi serviks biasanya mengakibatkan metroragia (khususnya perdarahan pasca coitus) atau erosi atau trauma rangsang.

- Penyebab iatrogenic, mencakup IUD, steroid oral/suntik, dan obat penenang atau psikotropika lain.

2. Penyakit sistemik

- Diskrasia darah seperti penyakit von Willebrand dan defisiensi protrombin serta kelainan lain yang mengakibatkan defisiensi trombosit.

- Hipotiroidisme; tidak terkait kelainan menstruasi, tetapi mungkin menyebabkan oligomenorea atau amenorea.

- Sirosis karena berkurangnya kapasitas hati untuk memetabolisme estrogen.

Penyebab disfungsional (endokrinologi) (Norwitz & Schorge, 2006).

Diagnosis PUD (Perdarahan Uterus Disfungsional) dapat ditegakkan setelah penyebab organic, sistemik, dan iatrogenic untuk perdarahan per vaginam telah disingkirkan (diagnosis per eksklusionam).

1. PUD anovulatoris

- Jenis dominan pada masa pascamenarke dan pramenopause karena perubahan fungsi neuroendokrinologis.

- Ditandai oleh produksi estradiol-17 beta terus menerus tanpa pembentukan corpus luteum dan pelepasan progesterone.

- Estrogen berlebih menyebabkan proliferasi endometrium terus menerus, kemudian menghasilkan suplai darah berlebih dan dikeluarkan dengan mengikuti pola irregular dan tidak dapat diprediksi.

2. PUD ovulatoris

- Insidensi: sampai dengan 10% dari wanita yang berovulasi.

- Bercak darah pada pertengahan siklus setelah lonjakan LH biasanya bersifat fisiologis. Polimenorea paling sering terjadi akibat pemendekan fase folikular dari menstruasi. Sebagai alternative, fase luteal mungkin memanjang akibat korpus luteum yang menetap.

Perdarahan pada trimester I

Diagnosis banding perdarahan pada trimester I (Granger & Pattison, 1994):

1. abortus

2. mola hidatidosa

3. kelainan local pada vagina/cervix:

- varises

- perlukaan

- carcinoma

- erosi

- polip

4. kehamilan ektopik terganggu

5. menstruasi dan hamil normal

Payudara tegang, mual, dan muntah-muntah terutama pagi hari

Payudara Tegang

Perubahan kelenjar payudara yang berhubungan dengan haid

Pada waktu haid payudara agak membesar dan tegang dan pada beberapa wanita timbul rasa nyeri (mastodenia); perubahan ini kiranya ada hubungan dengan perubahan vascular dan limfogen (Wiknjosastro et.al, 1999).

Perubahan payudara pada waktu hamil

Beberapa minggu sesudah konsepsi timbul perubahan-perubahan pada kelenjar payudara. Payudara jadi penuh, tegang, areola lebih banyak mengandung pigmen, dan putting sedikit membesar. Pada awal trimester II mulai timbul system alveolar; baik duktus-duktus maupun asinus-asinus menjadi hipertrofis di bawah pengaruh estrogen dan progesterone yang kadarnya meningkat, alveolus-alveolus mulai terisi cairan, yakni kolostrum, di bawah pengaruh prolaktin. Karena inhibisi estrogen dan progesterone, kolostrum tidak dapat dikeluarkan, hanya pada bulan-bulan terakhir dapat dikeluarkan beberapa tetes. Sesudah persalinan kolostrum keluar dalam jumlah yang lebih besar, dan lambat laun digantidengan air susu, jikalau bayi disusui dengan teratur. Biasanya sesudah 24 jam mulai dikeluarkan air susu biasa dan sesudah 3-5 hari produksinya teratur (Wiknjosastro et.al, 1999).

Hiperemesis gravidarum

Hiperemesis gravidarum adalah Mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai menggangu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, dan dapat terjadi dehidrasi (Moechtar, 1998).

Nausea dan vomiting pada kehamilan merupakan hal yang sangat umum. Penelitian yang ada memperkirakan nausea dan vomiting terjadi pada 50-90% kehamilan. Nausea dan vomiting yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu, memuncak pada minggu 11-13, dan pulih pada hampir semua kasus pada minggu 12-14. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut hingga 20-22 minggu (Ogunyemi, 2009).

Nausea dan vomiting dapat bersifat normal, dapat merupakan mekanisme perlindungan ibu dan fetus terhadap substansi berbahaya dalam makanan, misalnya mikroorganisme patologik dalam produk daging dan racun pada tanaman, yang efeknya menjadi maksimal selama embryogenesis (periode paling lemah saat hamil). Terdapat penelitian yang mendukung pernyataan ini, wanita dengan nausea dan vomiting lebih sedikit mengalami abortus spontan dan kelahiran mati (Ogunyemi, 2009).

Dasar fisiologi dari hiperemesis gravidarum controversial. Hiperemesis gravidarum muncul sebagai interaksi kompleks dari faktor biologi, psikologi, dan sosiokultural. Teori yang diajukan meliputi teori berikut ini (Ogunyemi, 2009):

1. Perubahan hormonal

Terdapat korelasi positif antara kenaikan level hCG dan level T4, dan derajat keparahan nausea tergantung dari derajat stimulasi thyroid. hCG secara tidak langsung terlibat dalam etiolgi hiperemesis gravidarum karena mampu menstimulasi thyroid.

2. Disfungsi gastrointestinal

Karena gastric disritmia akibat kenaikan level estrogen dan progesterone, disorder thyroid, abnormalitas pada tonus vagal dan simpatis, dan sekresi vasopressin sebagai respon dari gangguan volume intravascular.

3. Disfungsi hepatic

Penyakit hati, biasanya ditunjukkan dengan adanya sedikit peningkatan kadar transaminase serum. Dihipotesiskan bahwa ketidakseimbangan oksidasi asam lemak pada mitokondira menyebabkan penyakit hati pada ibu hamil.

4. Perubahan lipid

Jarnfelt-Samsioe et.al menyatakan bahwa peningkatan kadar trigliserida, total kolesterol, dan fosfolipid pada wanita dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan control wanita yang hamil dan tidak hamil. Hal ini terkait dengan abnormalitas fungsi hati pada wanita hamil. Tetapi, Ustun et.al menemukan fakta bahwa terdapat penurunan kadar total kolesterol, LDL, apoA, dan apoB pada wanita dengan hiperemesis gravidarum.

5. Infeksi

Ditemukan Helicobacter pylori yang dapat memperburuk nausea dan vomiting pada kehamilan. Tetapi, nausea dan vomiting yang persisten pada trimester kedua mungkin saja akibat ulkus peptikum yang disebabkan oleh H. pylori.

6. System vestibuler dan penghidu

Tingkat ketajaman system olfaktorius dapat menjadi faktor nausea dan vomiting selama kehamilan.

7. Penelitian biokimia

Berhubungan dengan overaktivasi dari saraf simpatis dan meningkatkan produksi TNF alfa. Juga terdapat peningkatan kadar adenosine, yang meningkatkan aktivasi simpatis yang berlebihan dan produksi sitokin; peningkatan adenosine plasma mungkin menjadi modulator pada hiperemesis gravidarum.sitokin dari trofoblas juga dilaporkan meningkatkan sekresi hCG.

Imunoglobulin C3 dan C4 serta hitung limfosit secara signifikan lebih tinggi pada wanita dengan hiperemesis gravidarum, yang meningkatkan imunitas humoral.

8. Isu psikologi

Respon psikologi dapat berinteraksi dan memperparah fisiologi nausea dan vomiting sepanjang kehamilan. Sebagai contoh yang tidak umum, kasus hiperemesis gravidarum dapat merepresentasikan gangguan psikiatri, termasuk perubahan atau somatisasi depresi mayor.

Mual (nausea) dan muntah (emesis Gravidarum) adalah gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I, mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida 1 diantara 1000 kehamilan, gejala-gejala ini menjadi lebih berat. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologi kehamilan hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang. Pada umunya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum, keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit (Prawirodihardjo, 1999).

Diagnosis Kehamilan

Dewasa ini diagnosis kehamilan biasanya dilakukan dengan pemeriksaan dini hCG subunit beta atau pencitraan USG karena diagnosis klinis pasti kehamilan sebelum tidak terjadinya mestruasi selama 2 bulan hanya mungkin terjadi pada sekitar dua per tiga pasien. Biasanya kriteria klinis diagnosis kehamilan dikelompokkan kedalam dugaan, kemungkinan, dan kepastian positif (Benson & Pernoll, 2008).

Gejala yang mengarah pada dugaan atau kemungkinan kehamilan (Benson & Pernoll, 2008):

1. Amenore

2. Mual, muntah

3. Perasaan geli pada payudara, mastalgia

4. Sering kencing (urinary frequency) dan urgensi

5. Gerakan-gerakan dalam perut (quickening)

Tanda yang mengarah pada dugaan atau kemungkinan kehamilan (Benson & Pernoll, 2008):

1. Leukore

2. Perubahan warna, konsistensi, ukuran atau bentuk cervix atau uterus

3. Peningkatan temperature (biasanya temperature tubuh basal)

4. Pembesaran perut

5. Pembesaran, pemadatan payudara, discharge putting

6. Bising pelvis

7. Kontraksi uterus (dengan pembesaran korpus)

Temuan-temuan pada panggul pada kehamilan dini meliputi hal berikut ini (Benson & Pernoll, 2008):

1. Sianosis vagina (tanda Chadwick, tanda Jacquemier) tampak pada sekitar usia 6 minggu.

2. Pelunakan ujung cervix kadang-kadang dapat diamati pada minggu ke 4-5 kehamilan. Namun demikian, infeksi atau luka parut dapat mencegah terjadinya pelunakan hingga kehamilan lanjut.

3. Pelunakan pada taut cervicouterus seringkali terjadi pada minggu ke 5-6. Bercak lunak dapat diamati pada bagian depan pertengahan uterus dekat persambungannya dengan cervix (tanda Ladin). Daerah lunak yang lebih luas dan dapat ditekan pada segmen bawah uterus (tanda Hegar) merupakan tanda kehamilan dini yang paling berharga dan biasanya dapat diamati pada kira-kira kehamilan 6 minggu. Mudahnya melakukan fleksi fundus terhadap serviks (tanda McDonald) biasanya muncul pada minggu ke 7-8.

4. Pelunakan tidak teratur dan sedikit pembesaran fundus pada tempat atau disamping implantasi (tanda Von Fernwald) muncul pada kira-kira minggu ke-5. Demikian juga impantasi terjadi di daerah kornu uteris, dapat terjadi pelunakan yang lebih menonjol dan mengarah ke pembesaran seperti tumor (tanda Piskacek).

5. Pembesaran menyeluruh dan pelunakan difus korpus uteri biasanya terjadi pada kehamilan 8 minggu atau lebih.

Temuan-temuan pada abdomen pada kehamilan dini (Benson & Pernoll, 2008):

1. Gerakan-gerakan aktif biasanya dapat diraba pada ≥18 minggu.

2. Pada minggu ke 16-18, gerakan-gerakan pasif janin dapat diperjelas dengan palpasi perut dan vagina. Dorongan kuat pada dinding uterus atau forniks vagina akan menggeser janin sehingga teraba seperti benda terapung. Kemudian dapat terasa adanya dorongan akibat daya tolak ketika janin kembali ke posisi semula (ballottement). Asites dan tumor harus disingkirkan.

3. Setelah minggu ke 24, bagian besar janin dapat diraba pada sebagian besar wanita hamil.

Namun demikian, tidak ada bukti subjektif kehamilan yang merupakan dasar diagnosis secara keseluruhan, dan diagnosis laboratorium juga penting (Benson & Pernoll, 2008).

Alat kontrasepsi

Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Kontrasepsi ideal harus memenuhi syarat sebagai berikut (Wiknjosastro et.al, 1999):

1. Dapat dipercaya.

2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan.

3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan.

4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus.

5. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus.

6. Mudah pelaksanaannya.

7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

8. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan.

Mekanisme kerja pil hormonal

Pil-pil hormonal terdiri atas komponen estrogen dan progestagen, atau salah satu dari komponen itu. Hormone steroid sintetik dalam metabolismenya sangat berbeda dengan hormone steroid yang dikeluarkan oleh ovarium (Wiknjosastro et.al, 1999).

Komponen estrogen dalam pil dengan jalan menekan sekresi FSH menghalangi maturasi folikel dan ovarium. Karena pengaruh estrogen dari ovarium tidak ada, tidak terdapat pengeluaran LH. Di tengah-tengah daur haid kurang terdapat FSH dan tidak ada peningkatan kadar LH menyebabkan ovulasi terganggu. Pengaruh komponen progestagen dalam pil kombinasi memperkuat khasiat estrogen untuk mencegah ovulasi, sehingga dalam 95-98% tidak terjadi ovulasi. Selanjutnya, estrogen dalam dosis tinggi dapat pula mempercepat perjalanan ovum dan menyulitkan terjadinya implantasi dalam endometrium dari ovum yang sudah dibuahi (Wiknjosastro et.al, 1999).

Komponen progestagen dalam pil kombinasi seperti diatas memperkuat daya estrogen untuk mencegah ovulasi. Progestagen sendiri dalam dosis tinggi dapat menghambat ovulasi, akan tetapi tidak dalam dosis rendah. Selanjutnya, progestagen mempunyai khasiat sebagai berikut (Wiknjosastro et.al, 1999):

1. Lendir cervix uteri menjadi lebih kental, sehingga menghalangi penetrasi spermatozoa untuk masuk dalam uterus.

2. Kapasitasi spermatozoa yang perlu untuk memasuki ovum terganggu.

3. Beberapa progestagen tertentu, seperti noretinodrel mempunyai efek antiestrogenik terhadap endometrium, sehingga menyulitkan implantasi ovum yang telah dibuahi.

Efek karena kelebihan estrogen

Efek yang sering terdapat adalah rasa mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada mamma, fluor albus. Rasa mual kadang disertai muntah, diarea, dan rasa perut kembung. Retensi cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air dan natrium, dan dapat meningkatkan bertambahnya berat badan. Sakit kepala sebagian juga disebabkan oleh retensi cairan. Kepada penderita pemberian garam perlu dikurangi, dan dapat diberikan obat diuretic. Rendahnya dosis estrogen dalam pil dapat mengakibatkan spotting dan breakthrough bleeding dalam masa intermenstruum (Wiknjosastro et.al, 1999).

Efek karena kelebihan progestagen

Progestagen dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu makan disertai bertambah berat badan, akne, alopesia, kadang mamma mengecil, fluor albus, hipomenorea (Wiknjosastro et.al, 1999).

Abortus

Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterusembrio, atau fetus yang belum dapat hidup. (Dorland, 2002).

Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi terjadi secara alami, tanpa intervensi tindakan medis (aborsi spontanea), dan aborsi yang direncanakan melalui tindakan medis dengan obat-obatan, tindakan bedah, atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan lewat vagina (aborsi provokatus) (Fauzi, et.al., 2002).

Sedangkan menurut gambaran klinis di bidang medis, abortus diklasifikasikan sebagai berikut (Wahyudi, 2000; Manuaba, 2001; Granger & Pattison, 1994):

1. Abortus membakat (imminens), merupakan abortus tingkat permulaaan, dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Perdarahan minimal dengan nyeri/tidak. Uterus sesuai dengan umur kehamilan. Pada test kehamilan positif. Dalam pemeriksaan USG, produk kehamilan dalam batas normal. Pasien pada umumnya dirawat untuk menyelamatkan kehamilannya, walaupun tidak selalu berhasil.

2. Abortus Insipiens, abortus yang sedang mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka serta terasa ketuban, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri. Perdarahan disertai gumpalan darah. Nyeri lebih kuat.

3. Abortus inkomplit, adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri. Biasanya ari-ari masih tertinggal dalam kavum uteri. Perdarahan hebat sering menyebabkan syok, disertai gumpalan darah dan jaringan konsepsi. Serviks terbuka.

4. Abortus komplit, adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu. Perdarahan dan nyeri minimal. Ukuran uterus dalam batas normal. Serviks tertutup.

5. Missed abortion, merupakan abortus dimana embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih. Perdarahan minimal, sering didahului tanda abortus imminens yang kemudian menghilang spontan. Tanda dan gejala hamil menghilang. Pada USG, hasil konsepsi masih dalam uterus namun tidak ada tanda kelangsungan hidupnya.

6. Abortus habitualis, merupakan abortus yang terjadinya tiga kali berturut-turut atau lebih.

7. Abortus infeksiosa, merupakan abortus yang disertai infeksi pada genitalia.

Penanganan Abortus Imminens (Wiknjosastro et.al, 1999; PB POGI, 1991; Sibuea, 1992):

  1. Istirahat – baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
  2. Anjuran untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual.
  3. Fenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg dapat diberikan untuk menenangkan pasien.
  4. Pemberian hormon atau tokolitik dapat dipertimbangkan bila hasil USG menunjukkan janin masih hidup.

PEMBAHASAN

Pasien mengalami gejala amenore karena pasien hamil. Hal ini ditandai dengan siklus menstruasi pasien yang teratur, serta pasien juga tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi. Perdarahan per vaginam mungkin dapat berarti fisiologis karena proses nidasi blastosit ke dinding endometrium yang mengakibatkan perlukaan, namun juga dapat berarti patologis, akibat adanya abortus imminens. Pada tahap ini, masih dapat dilakukan tindakan penyelamatan terhadap fetus.

Mual dan muntah yang terjadi merupakan efek dari peningkatan hormone estrogen dan progesterone yang merupakan proses fisiologis yang terjadi pada seorang wanita hamil. Karena etiologinya akibat peningkatan hormone tidak diatasi, maka penggunaan obat anti muntah tidak dapat menghilangkan gejala mual dan muntah tersebut.

Alcohol dan rokok menjadi faktor risiko terjadinya abortus. Hal ini terjadi karena adanya defek vaskularisasi fetus, sehingga terjadi iskemia, kemudian berlanjut menjadi abortus.

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, yang terjadi akibat muntah. Fundus uteri yang teraba 1 cm diatas symphisis menunjukkan usia kehamilan sekitar 12 minggu. Ostium uteri yang tertutup menunjukkan bahwa pasien nullipara.

Rawat inao disarankan untuk memperbaiki keadaan umum: mengatasi dehidrasi serta mengurangi aktivitas pasien agar istirahat total sehingga mencegah abortus berlanjut menjadi lebih parah. Disarankan pemeriksaan USG untuk mengetahui apakah fetus masih hidup atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C. Pernoll, Martin L. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9. Jakarta: EGC.

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC.

Fauzi, Ahmad. Lucianawaty, Mercy. Hanifah, Laily. Bernadette, Nur. 2002. Aborsi di Indonesia. Akses tanggal 15 Oktober 2008 di http://situs.kesrepro.info/gendervaw/jun/2002/utama03.htm

Granger, K. Pattison, N. 1994. Vaginal Bleeding in Pregnancy dalam Journal of Paediatrics, Obstetrics & Gynaecology.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Abortus. 1 st Ed. Jakarta: EGC.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Norwitz, Errol R. Schorge, John O. 2006. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga.

Ogunyemi, Dotun A. 2009. Hyperemesis Gravidarum. Akses 15 Mei 2010, di http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview

PB. POGl. 1991. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Bagian 1. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Shields, Andrea D. 2009. Pregnancy Diagnosis. Akses 13 Mei 2010 di http://emedicine.medscape.com/article/262591-overview

Sibuea. 1992. Penanganan Kasus Perdarahan Hamil Muda dalam Cermin Dunia Kedokteran.

Wahyudi. 2000. Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum Praktek Kedokteran. Ed. Kedua. Jakarta: Djambatan.

Wiknjosastro, Hanifa. Saifuddin, Abdul Bari. Rachimhadhi, Trijatmo. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

No comments:

Post a Comment