Saturday, May 22, 2010

Reproduksi: Kala II Persalinan dengan Pre-eklamsia

SKENARIO 2: Kala II Persalinan dengan Pre-eklamsia

Bagaimana keadaan bayiku?

Seorang wanita umur 39 tahun, G4P2A1, hamil 37 minggu, datang ke klinik bersalin dengan keluhan mengeluarkan lendir darah pervaginam disertai perut kenceng-kenceng teratur sejak 4 jam yang lalu. Berdasarkan anamnesis didapatkan data, suaminya terkena PHK beberapa bulan yang lalu. Wanita tersebut tidak pernah memeriksakan kehamilannya di Puskesmas ataupun bidan.

Dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam oleh dokter didapatkan keadaan umum kurang baik. Vital sign: TD 140/90 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 37°C, RR 20x/menit; terdapat edema pada tungkai bawah. Janin tunggal, presentasi kepala, punggung kiri, denyut jantung janin baik.

Kemudian dilakukan pemeriksaan “fetal-well-being”, ternyata hasilnya masih baik. Pemeriksaan kematangan cervix (Bishop score) hasilnya serviks sudah matang dengan nilai 8. Dilatasi cervix sudah ada pembukaan sebesar 3 cm. hasil pemeriksaan tersebut tidak dituliskan dalam lembar partograf. Setelah sekitar 10 jam dalam persalinan, penderita terlihat ingin mengejan, perineum terlihat menonjol dan anus terbuka, dilakukan pemeriksaan dalam ternyata pembukaan sudah lengkap.


TINJAUAN PUSTAKA

Hamil 37 Minggu

Cara lain untuk menentukan tuanya kehamilan dan berat badan janin dalam kandungan (Mochtar, 1998):

1. Dihitung dari tanggal haid terakhir

2. Ditambahkan 4,5 bulan dari waktu ibu merasa janin hidup “feeling life” (quickening)

3. Menurut Spielberg: dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis, maka diperoleh tabel.

4. Menurut Mac Donald: adalah modifikasi Spielber, yaitu jarak fundus-simfisis dalam cm dibagi 3,5 merupakan tuanya kehamilan dalam bulan.

5. Menurut Ahfeld: “ukuran kepala bokong”=0,5 panjang anak sebenarnya. Bila diukur jarak kepala-bokong janin adalah 20cm, maka tua kehamilan adalah 8 bulan.

6. Rumus Johnson-Tausak: BB= (mD-12)x155; BB=berat badan; mD=jarak simfisis-fundus uteri

Lendir darah pervaginam, perut kenceng teratur sejak 4 jam yang lalu

Perdarahan pervaginam trimester III

Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervagina setelah 29 minggu kehamilan atau lebih. Insidennya kurang lebih 3% (Yoseph, 1996).

Perdarahan yang terjadi umumnya lebih berbahaya dibandingkan perdarahan pada umur kehamilan kurang dari 28 minggu karena biasanya disebabkan faktor plasenta; perdarahan dan plasenta biasanya hebat dan mengganggu sirkulasi O2, CO2, dan nutrisi dari ibu ke janin (Yoseph, 1996).

Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta; penyebab lainnya biasanya berasal dari lesi lokat pada vagina/servik. Setiap pasien perdarahan antepartum harus dikelota oleh spesialis. Pemeriksaan dalam merupakan kontra indikasi kecuali dilakukan di kamar operasi dengan perlindungan infus atau tranfusi darah. USG sebagai pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis. Bila plasenta previa dapat disingkirkan dengan pemeriksaan USG dan pemeriksaan dengan spekutum dapat menyingkirkan kelainan tokal pada servik/vagina maka kemungkinan sotusio ptasenta harus dipikirkan dan dipersiapkan penanganannya dengan seksama (Yoseph, 1996).

Penyebab perdarahan antepartum (Yoseph, 1996):

1. Solusio placenta (30%)

2. Placenta previa (32%)

3. Vasa previa (0,1%)

4. Inpartu biasa (10%)

5. Kelainan local (4%)

6. Tidak diketahui sebabnya (23,9%)

Perbedaan solusio placenta dan placenta previa (Yoseph, 1996):


Solusio Placenta

Placenta Previa

Perdarahan

Merah tua s/d coklat hitam

Terus menerus

Disertai nyeri

Merah segar

Berulang

Tidak nyeri

Uterus

Tegang, bagian janin tak teraba

Nyeri tekan

Tak tegang

Tak nyeri tekan

Syok/anemia

Lebih sering

Tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar

Jarang

Sesuai dengan jumlah darah yang keluar

Fetus

40% fetus sudah mati

Tidak disertai kelainan letak

Biasanya fetus hidup

Disertai kelainan letak

Pemeriksaan dalam

Ketuban menonjol walaupun tidak khas

Teraba plasenta atau perabaan fornik ada bantalan antara bagian janin dengan jari pemeriksaan

His (Kontraksi Uterus)

Kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna dengan sifat-sifat: 1) kontraksi simetris, 2) fundus dominan, kemudian diikuti 3) relaksasi (Mochtar, 1998).

Pada waktu kontraksi, otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebi pendek. Cavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung amnion kearah segmen bawah rahim dan serviks (Mochtar, 1998).

Sifat-sifat lain dari his adalah: 1) involuntir, 2) intermiten, 3) terasa sakit, 4) terkoordinasi dan simetris, serta 5) kadang-kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia, dan psikis (Mochtar, 1998).

Pembagian his dan sifat-sifatnya (Mochtar, 1998):

1. His pendahuluan

- His tidak kuat, tidak teratur

- Menyebabkan “show”

2. His pembukaan (Kala I)

- His pembukaan serviks sampai terjadi pembukaan lengkap 10cm.

- Mulai kuat, teratur, dan sakit.

3. His pengeluaran (His mengedan) (Kala II)

- Sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi, dan lama.

- His untuk mengeluarkan janin.

- Koordinasi bersama antara: his kontraksi otot perut, kontraksi diafragma dan ligament.

4. His pelepasan uri (Kala III)

- Kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta.

5. His pengiring (Kala IV)

- Kontraksi lemah, masih sedikit nyeri (merian), pengecilan rahim dalam beberapa jam atau hari.

Persalinan

Sebab-sebab yang menimbulkan persalinan (Mochtar, 1998):

1. Teori penurunan hormon: 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.

2. Teori plasenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.

3. Teori distensi rahim: rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemia otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenter.

4. Teori iritasi mekanik: di belakang serviks terletak ganglion servikale (pleksus Frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.

5. Induksi partus (induction of labor), dengan jalan: gagang laminaria (berupa laminaria dimasukkan ke dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus Frankenhauser), amniotomi (pemecahan ketuban), oksitoria drips (pemberian oksitosin menurut tetesan per infus).

Tanda-tanda permulaan persalinan

Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya, wanita memasuki “bulannya” atau “minggunya” atau “harinya” yang disebut dengan kala pendahuluan (prepatory stage of labor). Ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut (Mochtar, 1998):

1. Lightening atau settling atau dropping, yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu kentara.

2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.

3. Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.

4. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus, kadang-kadang disebut “false labor poins”.

5. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody show).

Tanda-tanda in partu (Mochtar, 1998):

1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.

2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks.

3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.

4. Pada pemeriksaan dalam: serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

Faktor-faktor yang berperan dalam persalinan (Mochtar, 1998):

1. Kekuatan yang mendorong janin keluar (power), meliputi: his (kontraksi uterus), kontraksi otot-otot dinding perut, kontraksi diafragma, dan ligamentous action terutama ligamentum rotundum.

2. Faktor janin.

3. Faktor jalan lahir, bahwa pada waktu partus akan terjadi perubahan-perubahan pada uterus, serviks, vagina, dan dasar panggul.

TD 140/90 mmHg

Hipertensi pada kehamilan meliputi hipertensi yang diinduksi kehamilan, hipertensi esensial, dan hipertensi yang disebabkan penyakit ginjal kronik. Semua keadaan hipertensi dapat menyebabkan eklampsia (kejang) (Llewellyn-Jones, 2001).

Perubahan kardiovaskular selama melahirkan

Curah jantung meningkat sebesar 12% diatas pencatatan sebelum persalinan pada sela-sela kontraksi dan sebesar 30% selama kontraksi. Peningkatan curah jantung dipengaruhi oleh peningkatan stroke volume dan frekuensi denyut jantung. Tekanan arteri meningkat rata-rata 10% dan lebih tinggi lagi pada kala pengeluaran. Selanjutnya perubahan-perubahan ini meningkatkan kerja jantung sebagai respon terhadap kontraksi uterus. Tekanan arteri kanan meningkat dan mungkin mencapai 40-50 mmHg pada persalinan lanjut, dan volume darah kardiopulmonal meningkat pada waktu yang sama. Setelah melahirkan terjadi peningkatan curah jantung lebih tinggi lagi. Karena bradikardia lazim terjadi pada saat ini, peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya isi sekuncup. Pengaruh ini berlangsung selama 3-4 hari (Llewellyn-Jones, 2001).

Hipertensi esensial dalam kehamilan

Fisiopatologi

Vasospasme generalisata pada hipertensi esensial diimbangi oleh peningkatan isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung, untuk mempertahankan aliran darah yang adekuat pada kebanyakan organ kecuali uterus. Walaupun aliran darah uterus meningkat pada kehamilan normal, peningkatannya lebih kecil pada wanita dengan hipertensi esensial dan semakin tinggi tekanan darahnya semakin kecil peningkatannya. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan janin dan meningkatkan kematian perinatal (Llewellyn-Jones, 2001).

Kehamilan mempengaruhi jalannya hipertensi esensial. Pada 60% wanita yang terkena, terjadi peningkatan tekanan darah, dan pada 30% ditemukan proteinuria signifikan (>300 mg/l). Perubahan biasanya terjadi setelah kehamilan minggu ke 30. Hipertensi esensial yang disertai proteinuria tidak dapat dibedakan dengan PIH berat (Llewellyn-Jones, 2001).

Dalam persalinan (Mochtar, 1998):

1. Kala I akan berlangsung tanpa gangguan

2. Kala II memerlukan pengawasan yang cermat dan teliti. Bila tanda-tanda penyakit bertambah berat dan pembukaan hampir atau sudah lengkap, ibu dilarang mengedan. Kala II diperpendek dengan melakukan ekstraksi vakum atau forceps.

3. Pada primitua dengan anak hidup dilakukan segera seksio sesarea primer.

Prognosis (Mochtar, 1998):

1. Prognosis untuk ibu kurang baik. Angka kematian ibu kira-kira 1-2%; biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, payah jantung, dan uremia.

2. Prognosis bagi janin kurang baik, karena adanya insufisiensi plasenta, solusio plasenta. Janin bertumbuh kurang sempurna: prematuritas dan dismaturitas. Angka kematian bayi: 20%.

Hipertensi yang diinduksi kehamilan

PIH (Pregnancy-Induced Hypertension) dahulu disebut ‘toksemia kehamilan’ atau pre-eklampsia, merupakan 80% dari semua kasus hipertensi pada kehamilan dan mengenai antara 3-8 persen pasien, terutama primigravida, pada kehamilan trimester kedua (Llewellyn-Jones, 2001).

Klasifikasi (Llewellyn-Jones, 2001).

1. Potensial PIH

TD pasien meningkat >30 mmHg pada sistolik dan >15 pada diastolic diatas tekanan basal.

2. PIH ringan (juga dikenal hipertensi kehamilan)

TD diastolic pasien 90-99 mmHg, urin tidak menunjukkan protein signifikan (<30>

3. PIH sedang

TD terletak antara 140-170/100-110, yang dikonfirmasi dalam dua kali pemeriksaan berturut-turut setelah istirahat. Jika didapati proteinuria signifikan (>30 dan <300>

4. PIH berat (juga dikenal sebagai pre-eklampsia atau gestational proteinuric hypertension)

TD pasien melebihi 170/110 dan atau terdapat proteinuria nyata. PIH berat mengenai kira-kira 1% primigravida.

5. Eklampsia iminens

Tanda-tanda PIH berat, sakit kepala berat, penglihatan kabur atau nyeri epigastrik dan hiperrefleksia.

6. Edema

Dapat terjadi pada semua derajat PIH tetapi sedikit nilai diagnostic kecuali jika edema generalisata, karena edema sama seringnya dengan edema pada wanita yang tidak mengalami gangguan antenatal.

Patogenesis PIH

Etiologi PIH tidak diketahui tetapi semakin banyak bukti bahwa gangguan ini disebabkan oleh gangguan imunologik dimana produksi antibody penghambat berkurang. Hal ini dapat menghambat invasi arteri spiralis ibu oleh trofoblas sampai batas tertentu hingga mengganggu fungsi plasenta. Ketika kehamilan berlanjut, hipoksia plasenta menginduksi proliferasi sitotrofoblas dan penebalan membrane basalis trofoblas yang mungkin mengganggu fungsi metabolic plasenta. Sekresi vasodilator prostasiklin oleh sel-sel endothelial plasenta berkurang dan sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah, sehingga timbul vasokontriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini terjadi pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi ibu, dan penurunan volume plasma ibu. Jika vasospasmenya menetap, mungkin akan terjadi cedera sel epitel trofoblas, dan fragmen-fragmen trofoblas dibawa ke paru-paru dan mengalami destruksi sehingga melepaskan tromboplastin. Selanjutnya, tromboplastin menyebabkan koagulasi intravascular dan deposisi fibrin di dalam glomeruli ginjal (endoteliosis glomerular) yang menurunkan laju filtrasi glomerulus dan secara tidak langsung meningkatkan vasokontriksi. Pada kasus berat dan lanjut, deposit fibrin ini terdapat dalam pembuluh darah SSP, sehingga menyebabkan konvulsi (Llewellyn-Jones, 2001).

Pre-Eklampsia & Eklampsia

Preeclampsia dan eclampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin, dan masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuri, dan edema; yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Mochtar, 1998).

Preeklamsia

Klasifikasi

Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan (Mochtar, 1998):

a. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :

- Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi rebah terlentang/tidur berbaring, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

- Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih perminggu.

- Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau 2+ pada urin kateter atau midstream

b. Pre-eklampsi berat:

- Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih

- Proteinuria 5 gr atau lebih perliter

- Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam

- Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium

- Ada edema paru dan sianosis

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan (Mochtar, 1998):

1. Gambaran klinik: pertambahan berat badan yang berlebihan, edema hipertensi dan timbul proteinuria.

Gejala subjektif : sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium; gangguan visus : penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.

Gangguan serebral lainnya : oyong, refleks tinggi dan tidak tenang.

2. Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meninggi, dan proteinuria pada pemeriksaan laboraturium.

Penatalaksanaan (Mochtar, 1998)

a. Pencegahan

- Pemeriksaan antenatal teratur dan bermutu serta teliti, mengenal tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklampsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.

- Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsi kalau ada faktor-faktor predisposisi.

- Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, dan pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, karbohidrat; tinggi protein dan menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

b. Penanganan

Tujuan utama penanganan adalah:

- Untuk mencegah terjadinya pre-eklampsi dan eklampsi.

- Hendaknya janin lahir hidup.

- Trauma pada janin seminimal mungkin.

Penatalaksanaan Pre-eklamsi ringan

Pengobatan preeklampsia ringan adalah simtiomatis, selain rawat inap penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu (Mochtar, 1998)

Penanganan rawat jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat di tempat tidur, diet rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari, atau tablet fenobarbital 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat.
Dengan cara di atas biasanya pre-eklampsi ringan jadi tenang dan hilang, ibu hamil dapat dipulangkan dan diperiksa ulang lebih sering dari biasa (Mochtar, 1998).

Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap. Monitor keadaan janin : kadar estriol urin, amnioskopik dan ultrasografi dan sebagainya. Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas (Mochtar, 1998).

Penatalaksanaan Pre-eklamsi berat

Pre-eklampsi berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu (Mochtar, 1998):

1. Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan pemeriksaan shake dan rasio L/S maka penangannya adalah sebagai berikut:

a. Berikan suntikan sulfas magnesikus dosis 8 gr intramuskuler, kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap 4 jam (selama tidak ada kontra-indikasi).

b. Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria preeklampsi ringan (kecuali jika ada kontra-indikasi).

c. Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin dimonitor, penimbangan berat badan seperti pre-eklampsi ringan sambil mengawasi timbul lagi gejala.

d. Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan : induksi partus atau cara tindakan lain, melihat keadaan.

2. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.

Pre-eklampsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu (Mochtar, 1998):

1. Penderita di rawat inap

a. Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi

b. Berikan diit rendah garam dan tinggi protein

c. Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler 4 gr bokong kanan dan 4 g bokong kiri

d. Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam

e. Syarat pemberian MgSo4 adalah : refleks patela (+); diurese 100 cc dalam 4 jam yang lalu; respirasi 16 permenit dan harus tersedia antidotumnya: kalsiumg lukonas 10%a mpul 10 cc.

f. Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat

2. Berikan obat antihipertensif : injeksi katapres 1 ampul i.m dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali setengah tablet atau 2 kali setengah tablet sehari.

3. Diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikkan 1 ampul intravena lasix.

4. Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.

5. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forseps, jadi wanita dilarang mengedan.

6. Jangan berikan methergin postpartum, kecuali terjadi perdarahan disebabkan atonia uteri.

7. Pemberian sulfas magnesikus kalau tidak ada kontraindikasi, diteruskan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jampostpartum.

8. Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio cesaria.

Eklamsi

Eklamsi dalam bahasa Yunani berarti “halilintar”, karena serangan kejang-kejang timbul tiba-tiba seperti petir. Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma. Menurut saat timbulnya dibagi dalam 1) eklamsi gravidarum (50%); 2) eklamsi parturien (40%); 3) eklamsi puerperium (10%) (Mochtar, 1998).

Gejala-gejala eklamsi

Biasanya didahului oleh gejala dan tanda pre-eklamsi berat. Serangan eklamsi biasanya dibagi menjadi 4 tingkat (Mochtar, 1998):

1. Stadium invasi (awal atau aurora)

Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala dipalingkan kanan atau kiri yang berlangsung kira-kira 30 detik.

2. Stadium kejang tonik

Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pemafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 detik.

3. Stadium kejang klonik

Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.

4. Stadium koma

Lamanya ketidaksadaran (koma) ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya wanita tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40°C.

Edema pada tungkai bawah

Edema, terutama pada tungkai, tanpa hipertensi, merupakan suatu adaptasi fisiologik normal terhadap kehamilan. Penyebabnya adalah air disimpan di dalam bahan dasar jaringan penyambung. Sekresi estrogen yang meningkat pada kehamilan mengubah bahan dasar dalam matriks yang kaya koloid dan kurang air menjadi matriks yang kurang koloid dan kaya air. Selain itu, pada kehamilan, bertambahnya obstruksi mekanik terhadap aliran balik vena tungkai akan memperberat edema tungkai (Llewellyn-Jones, 2001).

Bishop score serviks matang nilai 8

Tingkat kematangan servik merupakan faktor penentu keberhasilan tindakan induksi persalinan. Tingkat kematangan servik dapat ditentukan secara kuantitatif dengan “BISHOP SCORE”. Nilai > dari 9 menunjukkan derajat kematangan servik yang paling baik dengan angka keberhasilan induksi persalinan yang tinggi. Umumnya induksi persalinan yang dilakukan pada kasus dilatasi servik 2 cm, pendataran servik 80% , kondisi servik lunak dengan posisi tengah dan derajat desensus -1 akan berhasil dengan baik. Akan tetapi sebagian besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil dengan induksi persalinan memiliki servik yang tidak “favourable” ( Skoring Bishop <>

System scoring Bishop yang digunakan untuk menilai derajat kematangan serviks (Widjanarko, 2009):

Score

Faktor

Dilatasi (cm)

Pendataran (%)

Stasion -3 sampai +3

Konsistensi serviks

Posisi serviks

0

Tertutup

0-30

-3

Kaku

Posterior

1

1-2

40-50

-2

Medium

Pertengahan

2

3-4

60-70

-1

Lunak

Anterior

3

≥5

>80

+1, +2

-

-

Pembukaan sudah lengkap

Kala I (Pembukaan)

In partu (partus mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah (bloody show), karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah sekitar kanalis servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan terbuka (Mochtar, 1998).

Kala pembukaan dibagi atas 2 fase, yaitu (Mochtar, 1998):

1. Fase laten: dimana pembukaan serviks berlangsung lambat; sampai pembukaan 3 cm berlangsung dalam 7-8 jam.

2. Fase aktif: berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase:

- Periode akselerasi: berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.

- Periode dilatasi maksimal (steady): salaam 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.

- Periode deselerasi: berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.

Dalam buku-buku, proses membukanya serviks disebut dengan berbagai istilah: melembek (softening), menipis (thinned out), obliterasi (obliterated), mendatar dan tertarik keatas (effaced and taken up) dan membuka (dilatation) (Mochtar, 1998).

Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

His terkoordinir, cepat dan kuat, dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga otot dasar panggul tertekan dan menimbulkan rasa mengedan. Tekanan pada rectum membuat ibu merasa seperti ingin buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan., vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi: 1,5-2 jam, pada multi 0,5-1 jam (Mochtar, 1998).

Kala III (Kala Pengeluaran Uri)

Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar, uterus teraba keras, fundus uteri setinggi pusat, dan berisi plasenta menjadi tebal 2x sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5-1 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc (Mochtar, 1998).

Kala IV

Adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum (Mochtar, 1998).

Lamanya persalinan pada primi dan multi adalah (Mochtar, 1998):


Primi

Multi

Kala I

13 jam

7 jam

Kala II

1 jam

30 menit

Kala III

30 menit

15 menit

Lama persalinan

14 jam 30 menit

7 jam 45 menit


PEMBAHASAN

Usia 39 tahun merupakan faktor risiko terjadinya preeclampsia. Lendir darah pervaginam merupakan tanda telah dimulainya Kala I Persalinan. Rasa kencang yang menyusul kemudian merupakan tanda telah masuknya tahap partus dalam Kala II persalinan. Suami yang terkena PHK dapat menjadi salah satu penyebab stress pada ibu hamil, selain itu karena suami terkena PHK mungkin pasien terebut kurang memantau perkembangan kehamilannya karena adanya keterbatasan biaya.

Pemeriksaan vital sign menandakan pasien mengalami hipertensi. Besar kemungkinan hipertensi yang terjadi adalah pre-eklamsia ringan, bukan dikarenakan hipertensi esensial yang telah diderita ibu sebelum hamil, karena terdapat tanda-tanda lain selain hipertensi. Namun, peningkatan tekanan darah ini juga bisa fisiologis selama masa persalinan, karena terdapat peningkatan curah jantung selama masa partus. Edema yang ada bisa merupakan tanda pre-eklamsi, namun banyak juga ibu hamil yang mengalami edema tanpa adanya tanda patologis yang lain. Janin tunggal, presentasi sesuai dengan posisi normal partus, denyut jantung baik, sehingga kemungkinan persalinan pervaginam dapat dilakukan.

Fetal well being, berarti fetus dalam keadaan baik dan siap dilahirkan. Bishop score menandakan jika induksi dilakukan pada pasien ini, kemungkinan besar akan berhasil dilakukan partus pervaginam. Mengejan, perineum menonjol dan anus terbuka menandakan tahap partus mulai masuk Kala II persalinan.

Sebaiknya segera dilakukan pimpinan persalinan dengan cermat karena adanya adanya gangguan pre-eklamsia tersebut tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut terhadap proses partus.


DAFTAR PUSTAKA

Llewellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2 Jilid 1. Jakarta: EGC.

Widjanarko, Bambang. 2009. Induksi Persalinan. Akses 21 Mei 2010 di http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/12/induksi-persalinan.html

Yoseph. 1996. Perdarahan Selama Kehamilan dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 112, 1996. Akses 16 Mei 2010 di http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12PerdarahanSelamaKehamilan112.pdf/12PerdarahanSelamaKehamilan112.html