Tuesday, July 7, 2009

Imunologi: Campak

“Imunologi Infeksi Virus Campak Terkait Imunitas Pasca Vaksinasi”


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat infeksius, ditandai dengan ruam kulit makulopapular, demam, dan gejala pernafasan (Brooks et.al, 2005). Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi (Baratawidjaja, 2006). Manifestasi klinis campak sebenarnya ringan, namun komplikasinya seringkali fatal sehingga dapat menyebabkan kematian pada anak.

Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 1:

Ibu Susi punya dua anak. Anak pertama bernama Amir, 5 tahun, dan anak kedua bernama Ali, 9 bulan. Saat dibawa ke posyandu, oleh petugas, Ali disarankan untuk mengikuti imunisasi campak. Bu Susi ragu karena Amir, yang dahulu juga diimunisasi campak pada usia 9 bulan ternyata tidak kebal, sehingga masih dapat menderita campak pada usia 3 tahun. Apalagi pernah ada anak tetangganya yang setelah mendapatkan imunisasi malah panas. Ada lagi anak lain yang di tempat suntikan imunisasinya malah terjadi radang. Ada juga yang imunisasinya tidak berhasil karena anak kurang gizi.

Masalahnya, Udin, anak tetangga lain yang sering main ke rumah Bu Susi sekarang sedang menderita campak. Bu Susi takut anaknya tertular, tetapi Bu Susi masih meragukan apakah setelah imunisasi Ali bisa terhindar dari penyakit campak. Kenapa imunisasi campak tidak diberikan sejak lahir saja, dan bagi Udin yang sedang menderita penyakit campak, apa harus diimunisasi lagi?

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah mekanisme sistem imunitas?

2. Mengapa vaksin campak diberikan pada saat anak berusia 9 bulan?

3. Mengapa pada anak yang diimunisasi dapat terjadi panas dan radang?

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi keberhasilan imunisasi?

5. Mengapa Amir masih dapat menderita campak, padahal sudah diimunisasi pada usia 9 bulan?

6. Bagaimana penatalaksanaan pada masing-masing anak dalan kasus (Ali dan Udin)?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui mekanisme sistem imunitas.

2. Mengetahui alasan vaksin campak diberikan pada saat anak berusia 9 bulan.

3. Mengetahui mekanisme timbulnya panas dan radang pasca imunisasi.

4. Mengetahui faktor yang mempengaruhi keberhasilan imunisasi.

5. Mengetahui penyebab infeksi campak berulang dan kemungkinan campak pasca imunisasi.

6. Mengetahui penatalaksanaan pada masing-masing anak dalam kasus (Ali dan Udin).

D. MANFAAT PENULISAN

· Mahasiswa mampu menjelaskan sistem imun manusia.

· Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit yang terkait sistem imun.

· Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dan patogenesis penyakit-penyakit imunologis.

· Menjelaskan komplikasi yang timbul dari penyakit imunologis.

· Menjelaskan cara pencegahan penyakit imunologi dengan pertimbangan faktor pencetus.

· Menjelaskan cara pencegahan komplikasi penyakit imunologis.

F. HIPOTESIS

Imunisasi campak diberikan pada usia 9 bulan karena pada usia 9 bulan imunitas bawaan bayi yang diberikan ibu (IgG) lewat transplacental mulai menurun. Pada anak yang telah menderita campak tidak perlu diberikan imunisasi ulang karena tubuh telah membentuk antibodi terhadap patogen.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Imunitas

Pertahanan imun terdiri atas sistem imun alamiah atau nonspesifik (innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Imunitas spesifik timbul lebih lambat.

Sistem imun terdiri atas pelaksana, yaitu lekosit yang terdiri dari limfosit-T/B (sel-T4/T8), NK cells, memory cells, dan granulosit (sel neutrofil, eosinofil, dan basofil). Selain pelaksana, sistem imun juga didukung bahan-bahan yang disekresi, yaitu cytokine: monokin dan limfokin (interferon, interleukin, dan Tumor Necrosis Factor).

Dalam darah perifer terdapat tiga kelompok sel darah putih, yaitu limfosit, granulosit, dan fagosit. Limfosit T mengalami maturasi dalam timus, dan dibedakan menjadi sel T helper yang mengenali antigen, sel T supresor yang mengatur, dan sel T sitotoksik yang langsung memusnahkan zat asing. Selain itu, Natural Killer-Cells yang termasuk kelompok limfosit granuler besar dapat melarutkan zat asing tanpa antibodi atau pengenalan antigen. Sedangkan LAK (Lymphokin Activated Killercells) adalah NKcells yang diaktivasi invitro. Limfosit B mengalami maturasi pada bursa fabrisius sel B mengalami maturasi menjadi sel plasma, atau sel B memori di bawah pengaruh makrofag. Antibodi yang disintesa dan dilepaskan dibagi menjadi 5 tipe antibodi atau immunoglobulin, yaitu tipe IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM, yang masing-masing mempunyai sifat spesifik tersendiri. Granulosit adalah lekosit dengan granula dan polinuklear. Dikenal 3 kelompok granulosit, yaitu sel neutrofil, basofil, dan eosinofil, yang juga disebut makrofag.

Cytokine adalah protein yang dibentuk tubuh dengan fungsi utama berkomunikasi antara berbagai bagian dari sistem imun. Terutama dibentuk oleh monocyte dan makrofag, tetapi juga limfosit, granulosit, hepatosit, kreatinosit, fibroblast, dan sel-sel epitel yang dapat membentuknya. Contoh lainnya adalah interferon, limfokin, dan monokin (Tjay dan Rahardja, 2006).

B. Mekanisme Sistem Imunitas

Tangkisan aspesifik bersifat umum dan tidak diarahkan pada suatu zat asing tertentu atau perlu aktivasi terlebih dahulu seperti pada tangkisan spesifik. Pemeran utama pada sistem tangkis ini adalah makrofag, dibantu oleh neutrofil dan monocyte. Fungsi sel-sel ini adalah membasminya dengan jalan fagositosis serta melontarkan sejumlah proses-tangkis, seperti reaksi peradangan, pelepasan mediator, dan demam.

Tangkisan khas dilakukan oleh limfosit T dan B yang bekerja sama secara erat, dengan limfo-T4 merupakan poros dari imunitas spesifik. Antigen akan diproses oleh makrofag, kemudian akan dipresentasikan oleh Antigen Presenting Cell (APC) kepada sel B dan sel T (Tjay dan Rahardja, 2006).

Nonspesifik

Spesifik

Resistensi

Tidak berubah oleh infeksi

Membaik oleh infeksi berulang (=memori)

Spesifitas

Umumnya efektif terhadap semua mikroba

Spesifik untuk mikroba yang sudah mensensitisasi sebelumnya

Sel yang penting

Fagosit

Sel NK (Natural Killer)

Sel mast

Eosinofil

Sel T : T sitotoksik (Tc), T helper (Th), T supresor (Ts), dan T dth

Sel B

Molekul yang penting

Lisozim

Komplemen

APP (Acute Phase Protein)

Interferon

CRP (C-Reactive Protein)

Kolektin

Molekul adhesi

Antibodi

Sitokin

Mediator

Molekul adhesi

(Baratawidjaja, 2006)

C. Overview Penyakit Campak

Penyakit campak disebabkan oleh virus Rubeola dari genus Morbillivirus yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan, berkembang biak secara lokal, kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dimana terjadi perkembangbiakan lebih lanjut. Hanya terdapat satu antigen virus campak. Infeksi memberikan imunitas seumur hidup. Kebanyakan serangan kedua menggambarkan kesalahan diagnosis baik penyakit permulaan maupun kedua. (Brooks, et.al, 2005).

Cara penularan virus campak adalah melalui droplet dan kontak. Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva. Penyakit ini dibagi dalam tiga stadium, yaitu 1) stadium kataral (prodromal), 2) stadium erupsi, dan 3) stadium konvalesensi.

Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga mudah terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis, dan bronkopneumonia. Komplikasi neurologis pada campak dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia, gangguan mental, neuritis optika, dan ensefalitis ( Hassan dan Alatas, 1985).

D. Imunologi Infeksi Virus

Efektor pada imunitas nonspesifik dalam imunologi infeksi virus adalah IFN tipe I yang mencegah replikasi RNA virus juga menginduksi antiviral bagi sel di sekitarnya, dan sel NK yang membunuh sel yang terinfeksi. Pertama-tama, antibodi menempel dengan virus, sehingga mencegah virus masuk sel dan merupakan opsonin. IFN-α dan IFN-β mencegah virus bereplikasi. Kemudian sel NK membunuh sel terinfeksi dengan mengenalinya, yaitu sel yang tidak mengekspresikan MHC-I. Sementara sel Tc (sitotoksik) harus melalui peptida yang dipresentasikan sel terinfeksi dengan bantuan molekul MHC-I.

Efektor dari imunitas spesifik humoral adalah antibodi, yang menetralisasi virus serta mencegah virus menempel dan masuk ke dalam sel. IgA yang disekresi di mukosa berperan terhadap virus yang masuk tubuh melalui mukosa saluran nafas dan cerna. Antibodi juga dapat berperan sebagai opsonin. Aktivasi komplemen juga dapat meningkatkan fagositosis dan mungkin menghancurkan virus dengan envelop lipid secara langsung.

Eliminasi virus dalam sel diperankan oleh CD8+/CTL untuk membunuh sel terinfeksi. Kebanyakan CTL yang spesifik untuk virus berupa CD8+ yang mengenal antigen virus yang sudah dicerna dalam sitosol, biasanya disintesis endogen yang berhubungan dengan MHC-I dalam setiap sel yang bernukleus. Sel terinfeksi kemudian dimakan oleh APC, selanjutnya memproses antigen virus dan mempresentasikannya ke sel CD8+, yang kemudian berproliferasi secara masif. Sel T teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi sel CTL efektor yang membunuh setiap sel bernukleus yang terinfeksi, melalui aktivasi nuclease dalam sel yang menghancurkan genom virus dan sekresi IFN-γ yang memiliki sifat antiviral (Baratawidjaja, 2006).

E. Imunisasi dan Prinsip-prinsipnya

Imunitas buatan dapat dilakukan secara aktif, yaitu dengan pemberian antigen, dan imunisasi pasif, yaitu dengan pemberian antibodi. Imunisasi aktif diperoleh melalui pemberian vaksin. Tujuannya untuk merangsang imunitas seluler maupun humoral seperti yang berlangsung pada infeksi alamiah. Vaksin campak yang digunakan berupa virus campak hidup yang sudah sangat dilemahkan (Tjay dan Rahardja, 2006). Mekanisme proteksi dipengaruhi beberapa faktor. Keadaan nutrisi, penyakit yang menyertai dan usia akan mempengaruhi kadar globulin (Baratawidjaja, 2006).

Factor yang harus dipenuhi suatu vaksin yang baik adalah 1) efektivitas: harus memacu ambang protektif sistem imun, 2) ketersediaan: mudah dipersiapkan dan diakses, 3) stabilitas, 4) harga terjangkau, dan 5) keamanan: tidak ada kontaminasi (Baratawidjaja, 2006).

F. Penatalaksanaan

Pengobatan penyakit campak berupa pengobatan simptomatik, yaitu antipiretik bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain ialah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul (Hassan dan Alatas, 1985).

BAB III

PEMBAHASAN

Sistem imun adalah mekanisme pertahanan yang dibuat oleh tubuh untuk melindungi tubuh dari patogen. Ketika patogen masuk, maka sistem imun yang berperan untuk pertama kalinya adalah sistem imun nonspesifik. Ketika patogen masuk untuk yang kedua kalinya atau sesudahnya, maka tubuh telah mempersiapkan diri dengan membentuk antibodi yang spesifik sesuai dengan antigen yang masuk.

Imunisasi campak dilakukan pada usia 9 bulan, karena sampai usia 6 bulan, bayi masih membawa kekebalan, dalam hal ini berupa antibodi IgG, yang ditransfer transplasental. Antibodi bawaan ini kemudian menurun, hingga pada usia 9 bulan telah siap untuk diperkenalkan dengan virus campak yang telah dilemahkan.

Panas atau demam kemungkinan besar terjadi akibat mekanisme berikut. Setelah virus masuk, makrofag berusaha mem-fagositosis virus tersebut, kemudian sisa-sisa antigen yang masih ada menjadi pirogen eksogen. Pirogen eksogen ini kemudian merangsang leukosit untuk mensekresi salah satu mediatornya, yaitu pirogen endogen berupa interleukin 1 (IL-1). IL-1 ini kemudian di hipotalamus, yang merupakan pusat pengaturan suhu, merangsang metabolisme asam arachidonat yang kemudian menghasilkan prostaglandin E2 (PG E2). PG E2 inilah yang menyebabkan tubuh mengalami demam (pireksia) dan nyeri.

Reaksi peradangan disebabkan oleh pelepasan mediator, seperti histamin yang menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dindingnya, sehingga leukosit dapat lebih mudah bergerak. Leukosit kemudian bergerak ke pinggir pembuluh darah kemudian pindah ke jaringan. Akibat dari vasodilatasi, cairan edema berkumpul dalam area trauma dan fibrin membentuk jaringan, menyumbat saluran limfatik untuk menghambat penyebaran organisme.

Reaksi panas atau demam dan radang memang termasuk dapat digolongkan dalam kejadian ikutan pasca imunisasi, tetapi secara umum reaksi tersebut merupakan reaksi fisiologis yang wajar pada setiap kejadian “memasukkan patogen” ke dalam tubuh. Jadi, hanya perlu terapi ringan untuk menurunkan demam dan mengatasi radang. Sehingga, imunisasi tidak perlu gagal dilaksanakan hanya karena kejadian tersebut dapat terjadi pasca imunisasi, karena risiko apabila terinfeksi patogen tersebut jauh lebih besat dan menimbulkan efek yang jauh lebih berbahaya daripada hanya sekedar demam dan radang.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan imunisasi secara ringkas ada tiga faktor:

1. Faktor pejamu

Berupa status gizi pejamu serta kondisi kesehatan pejamu saat diimunisasi. Intinya, antibodi adalah protein. Apabila anak mengalami kurang gizi, maka bahan untuk membuat antibodi ini tidak ada, sehingga tidak terjadi sintesis antibodi yang adekuat.

Setiap jenis imunisasi mempunyai kontraindikasi tertentu untuk diberikan, misalnya pada anak yang sakit atau anak dengan imunodefisiensi.

2. Kuantitas dan kualitas vaksin

Vaksin harus memenuhi syarat kuantitas agar sesuai dosis sehingga efektif dan berkualitas (tidak terkontaminasi, dan lain sebagainya).

3. Prosedur pelaksanaan imunisasi

Pelaksana imunisasi harus melaksanakan imunisasi sesuai dengan prosedur terhindar dari kejadian ikutan pasca imunisasi.

Efikasi vaksin campak, menurut salah satu referensi, tidak mencapai 100%. Jadi, seseorang yang telah diimunisasi masih mempunyai kemungkinan untuk terinfeksi ulang, namun dengan risiko komplikasi yang jauh lebih kecil daripada orang yang belum diimunisasi. Kemungkinan yang kedua adalah imunisasi yang dahulu dilaksanakan tidak berhasil akibat faktor-faktor tertentu seperti diatas. Kemungkinan ketiga adalah kesalahan diagnosis pada infeksi kedua atau pasca imunisasi. Beberapa penyakit dengan manifestasi klinis serupa dengan campak, misalnya campak Jerman (rubella), sehingga seringkali penetapan diagnosis infeksi campak yang kedua kali merupakan kesalahan diagnosis. Sebenarnya bukan terinfeksi campak untuk yang kedua kalinya, namun terinfeksi campak Jerman. Walaupun manifestasi klinisnya mirip, kedua penyakit ini mempunyai penyebab virus yang berbeda, sehingga imunisasinya berbeda, begitu pula dengan antigennya.

Anak yang telah diimunisasi campak atau pernah menderita campak, telah mempunyai antibodi terhadap antigen virus campak. Ada sedikit pro-kontra tentang antigen campak. Ada yang menyebutkan bahwa campak hanya memiliki satu antigen, tetapi referensi lain menyebutkan ada beberapa strain yang digunakan untuk imunisasi, namun saat ini yang digunakan adalah strain Schwarz. Namun secara umum, disetujui bahwa apabila seseorang telah diimunisasi campak atau pernah menderita campak, maka orang tersebut tidak akan mengalami campak lagi seumur hidup

Karena belum pernah terinfeksi campak atau diimunisasi campak, Ali belum mempunyai antibodi yang spesifik untuk virus campak. Karena itu, Ali sebaiknya segera diimunisasi sebelum benar-benar terinfeksi campak. Sebaiknya, Ali tidak bermain lebih dahulu dengan Udin. Sementara Udin sebaiknya beristirahat di rumah untuk mempercepat penyembuhan. Untuk Udin diberikan terapi sesuai simptom yang timbul. Misalkan Udin panas maka diberi antipiretik, dan seterusnya apabila timbul gejala-gejala yang lain.

.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Vaksin campak diberikan saat anak berusia 9 bulan, karena pada usia tersebut kekebalan bawaan yang didapat dari ibu sudah berkurang.

2. Panas dan radang adalah mekanisme fisiologis akibat masuknya antigen pada proses imunisasi.

3. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan imunisasi dibagi menjadi faktor pejamu, faktor vaksin itu sendiri, dan proses pelaksanaan imunisasi.

4. Kemungkinan infeksi campak berulang terjadi karena efikasi vaksin tidak 100%, tidak berhasilnya imunisasi karena faktor tertentu, dan kesalahan diagnosis (sebenarnya bukan campak, hanya penyakit yang lain yang mirip dengan campak).

B. SARAN

1. Sebaiknya Ali segera diimunisasi sebelum tertular campak. Namun sebelum diimunisasi, harus dipastikan bahwa Ali benar-benar sehat.

2. Sebaiknya Udin tidak bermain di luar rumah, lebih banyak istirahat dan dilaksanakan terapi sesuai dengan simptom.


DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran FKUI.

Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.

Hassan, Rusepno. Alatas, Husein. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Tjay, T.H. Rahardja, Kirana. 2006. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia

No comments:

Post a Comment