Monday, July 6, 2009

Bioetika: Kontrasepsi

Menentukan Metode Kontrasepsi Yang Tepat Berdasarkan Etika dan Hukum Kesehatan


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagai dokter yang profesional, dalam bekerja dokter harus berpedoman pada etika dan hukum profesi. Etika dan hukum menjaga tindakan dokter agar tetap berada di jalur yang benar. Menurut kaidah dasar bioetik, dalam membuat keputusan dokter selalu membuat pertimbangan dari beberapa alternatif, untuk ditentukan satu pilihan yang akan diberikan pada pasiennya. Perrtimbangan ini berdasar pada beneficence (tanpa pamrih), autonomy (pasien mempunyai otoritas sendiri), non-maleficence (menolong pasien emergensi), dan justice (adil, memperlakukan sesuatu secara universal).

Kontrasepsi adalah pencegahan konsepsi atau kehamilan. (Dorland, 2002). Sejak KB (Keluarga Berencana) menjadi program nasional RI pada tahun 1970, berbagai cara kontrasepsi telah ditawarkan dalam pelayanan KB, mulai dari cara tradisional, barier, hormonal, (pil, suntikan, susuk KB), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), dan kontrasepsi mantap (kontap) berupa vasektomi dan tubektomi. (Hanafiah, et. al., 1999).

Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 3:

Pasutri datang ke rumah sakit, konsultasi masalah kontrasepsi. Mereka tidak ingin anak lagi. Setelah mendaftar mereka konsultasi dengan bidan, mereka bingung akan memakai KB steril atau hormonal. Bidan kemudian merujuk mereka ke dokter, untuk konsultasi lebih lanjut. Dokter pada kesempatan itu menyarankan untuk melakukan KB steril saja.

Dari masalah diatas, penulis akan mencoba menganalisis metode penentuan kontrasepsi yang tepat berdasarkan etika dan hukum serta latar belakang dokter diatas menyarankan penggunaan KB steril pada pasutri.

B. RUMUSAN MASALAH

§ Apa saja dasar pertimbangan penggunaan KB steril dan hormonal?

§ Apa dasar pertimbangan dokter menyarankan penggunaan KB steril?

§ Bagaimana sudut pandang penggunaan KB dilihat dari aspek etika dan hukum?

C. TUJUAN PENULISAN

§ Mengetahui dasar pertimbangan penggunaan KB steril dan hormonal.

§ Mengetahui dasar pertimbangan dokter menyarankan penggunaan KB steril.

§ Mengetahui sudut pandang penggunaan KB dilihat dari aspek etika dan hukum.

D. MANFAAT PENULISAN

§ Mahasiswa dilatih untuk memecahkan berbagai macam kasus yang memerlukan pertimbangan dari beberapa aspek terkait sesuai etika dan hukum.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam keputusan Menkes RI No.369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan, jenis dan indikasi, cara pemberian, cara pencabutan dan efek samping berbagai kontrasepsi yang digunakan antara lain pil, suntik, AKDR, alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK), kondom, tablet vagina dan tisu vagina. (Supari, 2007).

Kontrasepsi mantap (kontap) dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran telur (pada wanita, disebut tubektomi) atau saluran sperma (pada pria, disebut vasektomi). (Anonim, 2008). Vasektomi adalah pengangkatan duktus (vas) deferens atau sebagian darinya secara bedah. (Dorland, 2002). Vasektomi berguna untuk menghalangi transport spermatozoa di pipa-pipa sel mani pria. (Anonim, 2008). Tubektomi adalah pengangkatan bedah tuba uterina. (Dorland, 2002). Kontra indikasi bagi vasektomi adalah radang di sekitar skrotum, hernia, diabetes melitus, kelainan mekanisme pembekuan darah, dan kejiwaan tidak stabil. Kontra indikasi bagi tubektomi adalah penderita dengan penyakit jantung, paru-paru, hernia, pernah dioperasi di daerah perut, berat badan lebih dari 70 kg, dan pasangan yang masih ragu menggunakan metode ini. (Anonim, 2008).

Alat kontrasepsi hormonal mengandung hormon-hormon reproduksi wanita. Alat kontrasepsi hormonal mencegah proses pematangan sel telur sehingga tidak bisa dibuahi. Metode kontrasepsi ini terdiri dari jenis pil, suntikan, dan susuk. (Anonim, 2008). Kontra indikasi pil adalah penderita sakit kuning, kelainan jantung, varises, hipertensi, diabetes, migrainm, dan pendarahan tanpa sebab yang jelas. Kontra indikasi suntik adalah ibu hamil, penderita tumor/kanker, penyakit jantung, hati, hipertensi, diabetes, dan penyakit paru-paru. Kontra indikasi susuk adalah penderita tumor, gangguan jantung, hati, hipertensi, diabetes, usia >35 tahun, dan pendarahan tanpa sebab yang jelas. Wanita yang belum mempunyai anak tidak dianjurkan menggunakan susuk KB. (Anonim, 2008).

Menurut etika kedokteran, pelaksanaan kontrasepsi dapat dilaksanakan, walaupun penggunaan AKDR dan kontap menimbulkan berbagai pertentangan. Belakangan, AKDR terutama yang mengandung copper berfungsi sebagai kontrasepsi, bukan hanya mencegah nidasi. Dari segi hukum, kontap dapat dianggap melanggar KUHP pasal 354 yang melarang usaha pencegahan kehamilan dan melanggar pula pasal 351 karena merupakan mutilasi alat tubuh. Namun, karena KB telah menjadi program pemerintah, maka terhadap hal ini dapat dibuat pengecualian. (Hanafiah et. al., 1999).

Secara umum, KB dapat diterima dalam ajaran Islam. Alat kontrasepsi yang dapat diterima syar’i adalah yang menghalangi bertemunya ovum dengan sperma, dan adanya pembolehan cara ber-KB jika pelaksanaannya tidak bertentangan dengan batasan syar’i yang lain. (Zuhroni, et.al., 2003).

BAB III

PEMBAHASAN

Pemilihan metode kontrasepsi yang tepat sebaiknya didasarkan pada tujuan berkontrasepsi, kontra indikasi, dan hak autonomi pasien berdasarkan Kaidah Dasar Bioetik. Pasien dapat memilih sendiri metode kontrasepsi yang diinginkan, sedangkan dokter hanya dapat menyarankan.

Pasutri yang hanya bertujuan ingin mengatur jarak kelahiran anak, disarankan menggunakan KB hormonal atau AKDR. Metode sederhana seperti kondom, tisu KB, dan spermisida juga dapat digunakan, namun relatif lebih merepotkan dibandingkan metode KB hormonal atau AKDR.

Pil KB diminum setiap hari, sehingga dapat diatur kapan akan memutuskan untuk mempunyai anak lagi, demikian pula metode suntik yang dilakukan secara berkala. Sementara susuk mempunyai jangka waktu penggunaan yang cukup panjang, sehingga hanya disarankan untuk pasutri yang tidak akan merencanakan kehamilan dalam 4 hingga 5 tahun kedepan.

Pasutri yang tidak berniat mempunyai anak lagi dapat menggunakan metode KB steril, yaitu dengan vasektomi dan tubektomi. Dengan KB steril, pasutri tidak perlu repot mengatur jadwal minum pil, atau suntik dan susuk secara berkala.

Sejalan dengan perkembangan ilmu kedokteran, metode KB steril ini ternyata tidak sepenuhnya permanen, karena saluran yang diikat masih mempunyai kemungkinan rekanalisasi seperti semula, baik buatan maupun spontan.

Menurut etika, hukum, dan agama, kontrasepsi steril / kontrasepsi mantap (kontap) diperbolehkan, dan tidak mempunyai ganjalan baik dari segi etika, hukum, dan agama.

BAB IV

KESIMPULAN

Penggunaan metode kontrasepsi dilakukan berdasarkan tujuan penggunaan KB, kontra indikasi metode kontrasepsi, dan hak autonomi pasien berdasarkan Kaidah Dasar bioetik (KDB). Calon akesptor KB dalam kasus ini berniat untuk tidak mempunyai anak lagi, bukan mengatur waktu dan jarak kelahiran, sehingga dokter menyarankan agar calon akseptor menggunakan metode kontap (steril). Disamping itu, calon akseptor KB dalam kasus ini mungkin saja mempunyai kontra indikasi terhadap metode kontrasepsi hormonal, sehingga dokter menyarankan agar calon akseptor menggunakan metode KB steril (kontap).

Dilihat dari aspek etika, agama, dan hukum, penggunaan kontrasepsi sebetulnya diperbolehkan, tergantung dari metode dan pelaksanaannya. Metode kontap yang dahulu tidak diperbolehkan pun sekarang dapat diperbolehkan karena belakangan diketahui bahwa ada kemungkinan rekanalisasi saluran, baik spontan maupun buatan.

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Vasektomi.

http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/vasek.htm

Anonim. 2008. Tubektomi.

http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/tubek.htm

Anonim. 2008. Alat Kontrasepsi.

http://www.yakita.or.id/alat_kontrasepsi.htm

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC.

Hanafiah, M. Jusuf. Amir, Amri. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC.

Supari, Siti Fadilah. 2007. Keputusan Menkes RI No.369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Wujoso, Hari. 2008. Kaidah Dasar Bioetik.

Zuhroni, H. Riani, Nur. Nazaruddin, Nirwan. 2003. Kesehatan dan Kedokteran 2 (Fiqih Kontemporer). Jakarta : Departemen Agama RI.

No comments:

Post a Comment