Monday, July 6, 2009

Hematologi: Trombositopenia

“Mekanisme Perdarahan Abnormal Serta Diferensiasi Penyakit Terkait Trombositopenia”



BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat fisiologis vasokonstriksi dan koagulasi atau secara bedah (Dorland, 2002). Perdarahan merupakan suatu gejala umum yang dapat menunjukkan suatu manifestasi klinis penyakit tertentu. Namun, penyebab perdarahan yang paling sering adalah hilangnya integritas pembuluh darah akibat trauma. Sebagai respon, tubuh melaksanakan mekanisme hemostasis, yang salah satunya disusun oleh trombosit.

Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 1:

Nn. Cantiskali, gadis 20 tahun, belum menikah, datang ke dokter dengan keluhan menorrhagia sudah berlangsung selama 2 minggu, yang baru pertama kali terjadi. Sebelumnya pasien tidak menderita sakit apapun, tidak panas, tidak ada riwayat trauma, dan tidak minum obat. Hasil pemeriksaan terdapat purpura pada paha kanan dan kiri. Sehari kemudian keluhan bertambah yaitu perdarahan saat gosok gigi. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 10.0 g/dL, jumlah leukosit dan hitung leukosit normal, sedangkan jumlah trombosit 40.000/µL. Dokter memberikan obat hemostatik dan memberi pengantar untuk pemeriksaan laboratorium lanjutan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah penyakit yang diderita oleh pasien?

2. Mengapa pasien mengalami gejala-gejala klinis seperti dalam kasus?

3. Bagaimanakah penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui penyakit yang diderita oleh pasien.

2. Mengetahui penyebab pasien mengalami gejala-gejala klinis seperti dalam kasus.

3. Mengetahui penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien.

D. MANFAAT PENULISAN

· Mahasiswa mampu menjelaskan konsep patogenesis dan patofisiologi penyakit hematologi.

· Mahasiswa mampu menentukan pemeriksaan penunjang diagnosis penyakit hematologi.

· Mahasiswa mampu menyusun data dari gejala, pemeriksaan fisik, prosedur klinis, dan pemeriksaan laboratorium untuk mengambil kesimpulan suatu diagnosis penyakit hematologi.

· Mahasiswa mampu merancang manajemen penyakit hematologi secara komprehensif.

F. HIPOTESIS

Pasien dalam kasus menderita trombositopenia, karena jumlah trombosit berada jauh di bawah batas normal. Namun, jenis spesifik trombositopenia yang terjadi berdasarkan etiologi dasarnya masih harus ditentukan dengan melaksanakan berbagai pemeriksaan penunjang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemostasis

Komponen penting yang terlibat dalam proses hemostasis terdiri atas pembuluh darah, trombosit, kaskade faktor koagulasi, inhibitor koagulasi, dan fibrinolisis.

Permeabilitas, fragilitas dan vasokonstriksi merupakan sifat yang dimiliki oleh pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas mengakibatkan keluarnya darah berupa petekie, purpura, dan ekimosis yang besar. Peningkatan fragilitas menyebabkan ruptur yang berefek sama seperti peningkatan permeabilitas, namun disertai dengan perdarahan hebat pada jaringan yang lebih dalam (Suharti, 2006).

Bila pembuluh darah mengalami cedera atau ruptur, hemostasis terjadi melalui beberapa cara: 1) konstriksi pembuluh darah; 2) pembentukan sumbat platelet (trombosit); 3) pembentukan bekuan darah sebagai hasil dari pembekuan darah; dan 4) akhirnya terjadi pertumbuhan jaringan fibrosa ke dalam bekuan darah untuk menutup lubang pada pembuluh secara permanen (Guyton and Hall, 2007).

Empat langkah utama koagulasi darah untuk menghasilkan fibrin adalah:

1. Langkah pertama: proses awal yang melibatkan jalur intrinsik dan ekstrinsik yang menghasilkan tenase kompleks yang mengaktivasi faktor X.

2. Langkah kedua: pembentukan prothrombin activator (kompleks protrombinase) yang akan memecah protrombin menjadi trombin.

3. Langkah ketiga: prothrombin activator merubah protrombin menjadi trombin.

4. Langkah keempat: trombin memecah fibrinogen menjadi fibrin serta mengaktifkan F.XIII sehingga timbul fibrin yang stabil

(Bakta, 2006).

Kaskade koagulasi pada proses pembentukan bekuan darah secara ringkas digambarkan dalam diagram berikut:


1 à Kompleks Tenase (Aktivator Faktor X) à F. VIIa, Ixa, Ca2+, PL

2 à Kompleks Protrombinase (Aktivator Protrombin) à F. Va, Xa, Ca2+, PL, PF3

(Sherwood, 2001).

Faktor-faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang terdapat dalam plasma darah yang berfungsi dalam proses koagulasi.

(Bakta, 2006)

B. Perdarahan

Perdarahan hebat dapat terjadi akibat defisiensi salah satu dari faktor-faktor pembekuan. Tiga jenis utama perdarahan adalah: 1) perdarahan akibat defisiensi vitamin K, 2) hemofilia, dan 3) trombositopenia.

Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan kekurangan protrombin, faktor VII, faktor IX, dan faktor X. Hemofilia adalah penyakit perdarahan yang diturunkan. Hemofilia A disebabkan oleh kekurangan faktor VIII, hemofilia B disebabkan oleh kekurangan faktor IX, dan hemofilia C disebabkan oleh kekurangan faktor XI (Guyton and Hall, 2007).

C. Trombosit dan Trombositopenia

Trombosit diproduksi di sumsum tulang dengan cara fragmentasi sitoplasma megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh hormon trombopoetin yang diproduksi oleh hepar dan ginjal (Suharti, 2007).

Trombosit memegang peranan penting dalam proses awal faal koagulasi yang akan berakhir dengan pembentukan sumbat trombosit (platelet plug). Trombosit akan mengalami peristiwa adhesi, aktivasi, dan agregasi.

Nilai normal hitung trombosit adalah 150.000-450.000/mm3. Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini terjadi akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Umumnya tidak ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 (Baldy, 2006).

Penyebab terjadinya trombositopenia pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Gangguan produksi

· Depresi selektif megakariosit karena obat, bahan kimia atau infeksi virus.

· Sebagai bagian dari “bone marrow failure” umum:

a) Anemi aplastik

b) Leukemia akut

c) Sindrom mielodisplastik

d) Mielosklerosis

e) Infiltrasi sumsum tulang: limfoma, carcinoma

f) Mieloma multipel

g) Anemia megaloblastik

2. Peningkatan destruksi trombosit

· Autoimmune thrombocytopenic purpura atau idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP)

· Immune thrombocytopenic purpura sekunder, misalnya pada: SLE, CLL, limfoma

· Alloimmune thrombocytopenic purpura: misalnya neonatal thrombocytopenia

· Drug induced immune thrombocytopenia: quinine dan sulfonamid

· Disseminated intravascular coagulation (DIC)

3. Distribusi tidak normal

Sindrom hipersplenism: dimana terjadi pooling trombosit dalam lien.

4. Akibat pengenceran (dilutional loss)

Akibat transfusi masif.

(Bakta, 2006)

D. Pemeriksaan Fungsi Hemostasis

Kelainan hemostasis dengan perdarahan abnormal dapat merupakan kelainan pembuluh darah, trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit, dan kelainan koagulasi. Sejumlah pemeriksaan sederhana dapat dikerjakan untuk menilai fungsi trombosit, pembuluh darah, serta komponen koagulasi dalam hemostasis.

Pemeriksaan penyaring ini meliputi pemeriksaan darah lengkap (Complete Blood Count/CBC), evaluasi darah apus, waktu perdarahan (Bleeding Time/ BT), waktu protrombin (Prothrombin Time/PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), dan agregasi trombosit.

CBC dan evaluasi darah apus. Pasien dengan kelainan perdarahan pertama kali harus menjalani pemeriksaan CBC dan pemeriksaan apusan darah perifer. Selain memastikan adanya trombositopenia, dari darah apus dapat menunjukkan kemungkinan penyebab yang jelas seperti misalnya leukemia.

Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi. Meliputi penilaian jalur intrinsik dan ekstrinsik dari sistem koagulasi dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin. PT (Prothrombin Time) mengukur faktor VII, X, V, protrombin, dan fibrinogen. aPTT (activated Partial Prothrombin Time) mengukur faktor VIII, IX, XI, dan XII. TT (Thrombin Time) cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau hambatan terhadap trombin.

Pemeriksaan faktor koagulasi khusus. Pemeriksaan fibrinogen, faktor vW, dan faktor VIII.

Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT). Memeriksa fungsi trombosit abrnormal misalnya pada defisiensi faktor Von Willebrand (VWf). Pada trombositopenia, waktu perdarahan juga akan memanjang, namun pada perdarahan abnormal akibat kelainan pembuluh darah, waktu perdarahan biasanya normal.

Pemeriksaan fungsi trombosit. Tes agregasi trombosit mengukur penurunan penyerapan sinar pada plasma kaya trombosit sebagai agregat trombosit.

Pemeriksaan fibrinolisis. Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi dengan memendeknya euglobulin clot lysis time. (Suharti, 2007).

E. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

ITP adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi ternyata diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun, karena itu disebut juga autoimmune thrombocytopenic purpura.

Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan untuk reseptor GP IIb/IIIa pada trombosit. Trombosit yang diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya terjadi trombositopenia.

Gambaran klinik ITP, yaitu 1) onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa peteki, ekimosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis atau perdarahan gusi; 2) perdarahan SSP jarang, tetapi fatal; dan 3) splenomegali, terjadi pada 10% kasus.

Pada ITP kelainan laboratorium yang terjadi: 1) darah tepi: trombosit paling sering antara 10.000-50.000/mm3; 2) sumsum tulang: megakariosit meningkat, multinuklear, disertai lobulasi; dan 3) imunologi: adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit atau dalam serum. Yang lebih spesifik adalah antibodi terhadap gp IIb/IIIa atau gp Ib.

Diagnosis ITP ditegakkan bila dijumpai: 1) gambaran klinik berupa perdarahan kulit atau mukosa; 2) trombositopenia; 3) sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat; 4) antibodi antiplatelet (IgG) positif, tetapi tidak harus demikian; dan 5) tidak ada penyebab trombositopenia sekunder (Bakta, 2006).

F. Penatalaksanaan ITP

1. Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit.

a) Terapi kortikosteroid à menekan aktivitas makrofag, mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit, dan untuk menekan sintesis antibodi.

b) Jika dalam 3 bulan tidak memberi respon pada kortikosteroid (trombosit <30x109/l) atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka diperlukan splenektomi, atau obat-obatan immunosupresif lain seperi vincristine, cyclophospamide, atau azathiprim.

2. Terapi suportif , terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia.

a) Pemberian androgen (danazol).

b) Pemberian high dose immunoglobulin untuk menekan fungsi makrofag.

BAB III

PEMBAHASAN

Apakah penyakit yang diderita oleh pasien?

Dari berbagai manifestasi klinis yang ada, trombositopenia yang dialami pasien dalam kasus mengarah pada trombositopenia akibat peningkatan destruksi trombosit. Pada DIC, sebelum terjadi trombositopenia terlebih dahulu terjadi perdarahan. Karena itu trombosit berkurang akibat pemakaiannya yang meningkat. Sedangkan pada ITP sekunder, terjadi berbagai gejala klinis utama yang merujuk pada penyakit terkait, misalnya CLL atau SLE. Pada IT imun destruksi trombosit meningkat karena penggunaan obat-obat tertentu, misalnya quinine dan sulfonamide. Sedangkan pada alloimmune TP, destruksi trombosit disebabkan oleh perlawanan imunitas dari luar tubuh, seperti pada neonatal thrombocytopenia. Jadi, karena pasien tidak mempunyai kemungkinan penyebab DIC, ITP sekunder, IT imun akibat obat-obatan, atau alloimmune TP, maka simpulan dari penyakit yang diderita pasien adalah Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP).

Mengapa pasien mengalami gejala-gejala klinis seperti terdapat dalam kasus?

Menorrhagia. Normalnya, dalam waktu 4-7 hari pengeluaran darah menstruasi akan berhenti, karena endometrium sudah mengalami epitelisasi kembali. Perdarahan haid yang abnormal selama 2 minggu pada kasus terjadi karena endometrium yang meluruh pada saat menstruasi tidak dapat menjalankan mekanisme hemostasis yang normal pada kapiler-kapilernya, akibat penurunan kuantitas trombosit.

Purpura. Purpura yang timbul terjadi akibat pecahnya dinding-dinding kapiler yang dalam keadaan normal dapat cepat diatasi dengan sistem hemostasis primer, yaitu trombosit. Tetapi dalam keadaan trombositopenia, pecahnya kapiler tidak dapat diatasi oleh trombosit dengan cepat, jadi timbul perdarahan kapiler di bawah kulit yang disebut purpura.

Perdarahan saat gosok gigi. Pada keadaan normal, gesekan bulu sikat gigi tidak membuat perdarahan gingiva. Namun pada keadaan trombositopenia, trauma kapiler-kapiler gingiva akibat gesekan dari bulu sikat gigi menyebabkan perdarahan pada saat gosok gigi.

Hb 10.0 g/dL. Nilai hemoglobin (Hb) yang normal untuk pasien dalam kasus adalah 12-16 g/dL. Namun pada pasien, keadaan yang mungkin mempengaruhi adalah terjadinya perdarahan abnormal yang menyebabkan kehilangan eritrosit dan Hb dalam jumlah cukup besar bila dibandingkan dengan menstruasi dalam keadaan normal.

Trombosit 40.000/µL. Nilai normal trombosit adalah 150.000-450.000/mm3. Dikatakan trombositopenia apabila trombosit <100.000/mm3, dan memunculkan berbagai manifestasi klinis khas trombositopenia. Apabila trombosit telah mencapai <50.000/mm3, timbul tanda yang lebih spesifik, seperti purpura.

Menorrhagia pada pasien yang terjadi jelas bukan akibat dari hipersekresi ovarium akibat tumor, yang salah satu manifestasi klinisnya adalah perdarahan, karena hal ini biasanya terjadi pada wanita yang telah menopause, sedangkan pasien masih berusia 20 tahun, sehingga masih berada dalam usia subur.

Karena tidak menderita sakit apapun, maka perdarahan yang terjadi pada pasien bukan merupakan manifestasi klinis penyakit lain, seperti pada Diabetes Mellitus atau pada sirosis hati, sehingga pasien tidak mengalami gangguan pada hati. Pasien tidak panas, merupakan petunjuk dari salah satu diagnosis banding, yaitu seperti pada kasus demam berdarah, yang mempunyai kesamaan manifestasi klinis, yaitu penurunan jumlah trombosit, namun pada demam berdarah disertai infeksi sehingga timbul demam (panas). Pasien tidak trauma, memperhitungkan kemungkinan sebab perdarahan yang terjadi karena trauma dari luar. Karena tidak ada trauma, maka penyebab perdarahan pasien adalah sistemik dari dalam tubuh. Pasien tidak minum obat, hal ini menunjukkan bahwa penyebab terjadinya perdarahan abnormal pada pasien bukan merupakan efek samping dari obat-obatan. Obat-obatan tertentu seperti aspirin yang digunakan sebagai analgesik untuk sakit kepala misalnya, ternyata merupakan salah satu obat antitrombotik yang menghambat agregasi trombosit. Hitung leukosit pasien masih dalam batas yang normal, hal ini dapat menjadi petunjuk untuk diagnosis banding, karena pada leukemia misalnya, juga terjadi trombositopenia, namun etiologinya berbeda.

Bagaimanakah penatalaksanaan pasien dalam kasus?

Obat hemostatik. Adalah zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan perdarahan, digunakan untuk mengatasi perdarahan yang meliputi daerah yang luas, yang terdiri dari hemostatik lokal dan sistemik (Dorland, 2002).

Pemeriksaan laboratorium lanjutan. Untuk memastikan diagnosis ITP, maka perlu pemeriksaan apusan darah tepi, pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan imunologi.

Sebaiknya pasien diberi terapi kortikosteroid untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit. Apabila kortikosteroid tidak menghasilkan respon, maka dilakukan splenektomi atau pemberian obat-obat immunosupresif lain. Selain itu, juga dapat dilakukan terapi suportif untuk mengurangi pengaruh trombositopenia, seperti pemberian androgen, pemberian high dose immunoglobulin, dan transfusi konsentrat trombosit.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pasien dalam kasus mengalami trombositopenia yang belum dapat dipastikan seratus persen penyebabnya, tetapi dari riwayat, manifestasi klinis, dan hasil pemeriksaan sementara yang ada, kasus diatas merujuk pada Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP).

B. SARAN

1. Sebaiknya pasien menjalani rangkaian pemeriksaan laboratorium lanjutan untuk memastikan diagnosis ITP, seperti pemeriksaan apus darah tepi, pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan imunologis.


DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Baldy, Catherine M. Gangguan Koagulasi dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.

Suharti, C. Dasar-dasar Hemostasis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

4 comments: